Sabtu, 23/11/2024 11:55 WIB

Fraksi PKB DPR: Cabut HGU 171/2009 PTPN II Deli Serdang

Fraksi PKB DPR mendesak  Kementerian Agraria dan  Tata Ruang (ATR) mencabut izin perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 171/2009 lahan seluas 854 hektare yang diberikan kepada PTPN II Deli Serdang.

Ketua Fraksi PKB DPR, Cucun Ahmad Sjamsurijal saat menerima perwakilan petani Simalingkar dan Sei Mencirim yang melakukan aksi jalan kaki dari Medan ke Istana Negara, di Ruang Fraksi PKB DPR, Kompleks Parlemen, Selasa (14/7).

Jakarta, Jurnas.com – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR mendesak  Kementerian Agraria dan  Tata Ruang (ATR) mencabut izin perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 171/2009 lahan seluas 854 hektare yang diberikan kepada PTPN II Deli Serdang. Pasalnya HGU tersebut menjadi sumber konflik agraria yang banyak merugikan warga Deli Serdang Sumatera Utara.

“Kami mendesak agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang mencabut HGU Nomor 171/2009 karena banyak merugikan para petani di Kawasan Deli Serdang, Sumatera Utara,” ujar Ketua Fraksi PKB DPR Cucun Ahmad Sjamsurijal saat menerima perwakilan ratusan petani Simalingkar dan Sei Mencirim yang melakukan aksi jalan kaki dari Medan ke Istana Negara, di Ruang Fraksi PKB DPR, Kompleks Parlemen, Selasa (14/7).

Dia menjelaskan penerbitan HGU 171/2009 telah banyak diprotes para petani karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Harusnya HGU diterbitkan jika status lahan tidak dalam sengketa. Namun kenyataannya di atas lahan yang hak guna usahanya diberikan kepada PTPN II oleh Kementerian ATR berdiri rumah tapak dan lahan pertanian yang dikelola masyarakat.

“Lebih baik HGU tersebut dicabut terlebih dahulu lalu diterbitkan kembali HGU baru yang mengakomodasi kepentingan masyarakat petani di sana,” ujarnya.

Cucun mengatakan Kementerian ATR maupun PTPN II tidak bisa mengabaikan fakta jika para petani telah menempati lahan di Kecamatan Pancur Batu tersebut sejak puluhan tahun silam. Mereka telah berdomisili dan mencari nafkah di lahan bekas perkebunan tembakau yang dikelola Belanda di masa penjajahan tersebut.

Bahkan dari berbagai dokumen yang ada para petani tersebut mendapatkan SK Landereform tahun 1984 untuk menempati dan mengelola lahan tersebut.

“Fakta-fakta ini tidak bisa ditutupi dan diabaikan dengan intimidasi maupun pengusuran paksa oleh PTPN maupun aparat terkait,” tukasnya.

Ironisnya, lanjut Cucun HGU Nomor 171/2009 yang masih bermasalah tersebut di tahun 2019 diubah oleh Kementerian ATR menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 1938 dan 1939  untuk PTPN II. Rencananya di atas lahan yang berdiri rumah tapak dan lahan pertanian warga Simalingkar akan didirikan Kawasan perumahan komersil.

“Ini kan sangat menyakitkan. HGU masih bermasalah dan belum selesai ternyata diterbitkan HGB untuk perumahan komersil di atas lahan yang menjadi sumber konflik,” katanya.

Kasus konflik agraria di Desa Sei Mencirim, kata Cucun lebih menyedihkan lagi. Di Kawasan ini para petani yang telah memegang sertifikat lahannya diambil begitu saja oleh PTPN II. Mereka dengan dikawal ribuan aparat keamanan membuldozer lahan pertanian dan rumah tapak para petani. Hal itu dilakukan di tengah masa pandemic corona (Covid-19) 11 Maret 2020.

“Maksud saya kenapa kita tidak mengedepankan sisi kemanusiaan di masa pandemic ini. Kalau toh mereka merasa berhak apa tidak ad acara-cara persuasif yang bisa diterima semua pihak untuk penyelesaiannya,” katanya.

Cucun menegaskan jika lahan yang menjadi sumber konflik PTPN dengan petani Simalingkar dan Sei Mencirim tidak lebih dari 700 hektare. Luasan lahan itu tergolong sangat kecil dibandingkan dengan luas lahan yang dikelola oleh PTPN II.

“Luasan lahan yang dituntut petani kecil ini sangat tidak berarti dibandingkan dengan hak Kelola yang dinikmati banyak korporasi besar di negeri ini. Artinya kalau mau duduk bareng PTPN II dan petani saya rasa perselisihan ini akan bisa berakhir dengan win-win solution,” katanya.

KEYWORD :

Warta DPR Fraksi PKB




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :