Plt. Dirjen Dikti Kemdikbud Nizam
Jakarta, Jurnas.com - Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Nizam, mengajak aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kemdikbud menjadi pelopor pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Nizam mengatakan Kemdikbud sebagai rumah bagi 80 juta peserta didik mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi, harus menjadi teladan dan menjauhkan diri dari KKN.
"Kita mendidik 80 juta anak kita dari PAUD sampai pendidikan tinggi, bahkan pendidikan formal dan nonformal, semuanya bermuara dari pendidikan, maka tanggung jawab kita berada di garda terdepan, menjadi tauladan memberantas korupsi dan menjauhkan dari KKN," kata Nizam dalam kegiatan `Sosialisasi Tantangan Integritas ASN Dalam Melawan KKN` pada Kamis (16/7) melalui platform konferensi daring.
KKN, lanjut Nizam, sudah lama menjadi penyakit di tengah masyarakat, utamanya di kalangan ASN. Karenanya, penanganannya harus dilakukan melalui tiga aspek, yakni promotif, preventif, dan kuratif.
"Ini kita tekadkan di lingkungan Ditjen Dikti dan seluruh jajaran perguruan tinggi di bawah Dikti," tegas Nizam.
Kiai NU Dorong Muktamar Luar Biasa PBNU
Sementara pakar hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta mengatakan korupsi tergolong kejahatan luar biasa. Alasannya, korupsi dilakukan dengan kesengajaan, kasat mata, dan tidak dapat dicirikan.
Praktiknya tidak hanya merugikan uang negara, namun juga dalam bentuk suap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
"Yang berhubungan dengan uang negara cuma nomor satu. Nomor satu cuma diatur di dua pasal. Nomor dua sampai tujuh tidak ada hubungan dengan uang negara. Suap siapa pelakunya, pengusaha. Uangnya, uang pengusaha, di mana uang negaranya? Tidak ada," papar Gandjar.
Karenanya, sambung Gandjar, Indonesia melalui Undang-Undang Anti Korupsi sudah lama bersikap bahwa praktik korupsi memang tidak harus berkaitan dengan uang negara.
Gandjar juga menyoroti mengenai penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, dan sarana yang juga merupakan bagian dari praktik korupsi. Dia mengatakan, penyalahgunaan ini kerap kali terjadi di lingkungan ASN.
"Yang namanya menyalahgunakan kewenangan hanya bisa dilakukan bagi orang yang punya kewenangan, kesempatan, atau sarana. Maka, silakan diinventarisasi apakah kewenangan ibu atau bapak," sebut Gandjar.
"Kalau pejabat diperiksa, pertanyaan awal adalah apa kewenangan bapak atau ibu. Siapapun itu," imbuh anggota Bidang Studi Hukum Pidana Fakultan Hukum UI tersebut.
Sementara Sekretaris Direktorat Jenderal Dikti, Paristiyanti Nurwardani mengatakan pihaknya selama ini telah melakukan kegiatan perencanaan secara spesifik dan terukur.
Ditjen dikti, kata Paristiyanti, juga telah berkolaborasi dengan 14 perguruan tinggi negeri (PTN), untuk membentuk zona integritas perguruan tinggi.
Adapun terkait antikorupsi, Paritiyanti menyebut hasil survei persepsi antikorupsi di lingkungan Ditjen Dikti mencapai 3,67 dari ambang batas 3,6. Sementara untuk indeks survei layanan, Ditjen Dikti mencapai 3,9 dari 4,0.
"Dari persepsi korupsi sudah memenuhi target, mudah-mudahan bisa lebih ditingkatkan lagi," tandas Paristiyanti.
KEYWORD :Aparatur Sipil Negara KKN Korupsi Kemdikbud Nizam