Asuransi Jiwasraya
Jakarta, Jurnas.com - Anjloknya nilai saham PT Asuransi Jiwasraya dinilai akibat adanya informasi gagal bayar yang beredar di masyarakat pada 2018 silam.
Hal itu diungkapkan Direktur PT PAN Arcadia Asset Management, Irwan Gunari, saat menjadi saksi dalam persidangan lanjutan atas Perkara Pidana Nomor : 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/7).
“Pada akhir 2018, saham Jiwasraya mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan berita berita gagal bayar Jiwasraya," ujar Irwan.
Dia menegaskan bahwa isu tersebut menjadi sentiment negatif bagi pasar modal, khususnya saham-saham yang masuk dalam portofolio Asuransi Jiwasraya. Alhasil, nilai saham yang dipegang oleh BUMN asuransi ini pun menurun pada periode itu.
“Jadi, isu gagal bayar ini sangat sensitif sekali. Isu negatif ini memengaruhi portofolio investasi saham," tegasnya.
Senada dengan Irwan, Penasihat Hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk juga mengatakan bahwa berdasarkan pengakuan MI dalam persidangan, isu gagal bayar tersebut menyebabkan nilai semua saham yang dimiliki oleh asuransi tertua di Indonesia ini anjlok.
“Nilai saham itu bergantung sentimen negatif pasar. Kalau isunya negatif semua maka otomatis nilai sahamnya anjlok. Dan itulah yang terjadi di Jiwasraya," ujar Kresna.
Lanjutnya, sentimen negatif terhadap saham Jiwasraya terjadi saat manajemen mengumumkan gagal bayar. Semua manajer investasi (MI) yang dihadirkan JPU kemarin, jelas Kresna, mempertegas kondisi itu.
Keputusan itu pun memicu penarikan dana nasabah secara signifikan (rush) dari saham-saham yang juga dipegang oleh Asuransi Jiwasraya. Selain itu, sentimen negatif itu lebih lanjut membuat saham-saham tersebut tidak lagi diminati investor.
Oleh karena itu, Kresna menegaskan bahwa manajemen Asuransi Jiwasraya dengan Dirut Hexana Tri Sasongko harus bertanggungjawab atas ambruknya nilai saham yang dipegang BUMN ini.
“Isu negatif ini kan dihembuskan oleh manajemen direksi baru Jiwasraya. Dan ini pemantik rush," tegasnya.
Padahal berdasarkan keterangan seluruh manajer investasi (MI), sambung Kresna, naik turunnya harga saham lumrah terjadi di lantai bursa. Bahkan, harga saham yang tergolong blue chips atau saham berkapitalisasi besar juga bisa mengalami penurunan.
Sebaliknya, jelas dia, nilai saham yang dikategorikan lapis tiga atau yang berkapitalisasi kecil bisa naik signifikan tanpa diduga.
“Jadi, saham bersifat fluktuatif, bisa naik bisa turun. Demikian juga saham yang dimiliki Jiwasraya waktu itu memang nilainya turun semua," jelasnya.
Kresna meyakini, jika kondisi pasar membaik maka harga-harga saham Jiwasraya ini akan terkerek naik lagi.
Di samping sentimen negatif itu, Kresna mengatakan para MI mengakui bahwa anjloknya nilai saham yang dimiliki Jiwasraya di bursa turut dipengaruhi oleh kondisi pasar modal pada 2018. Kinerja indeks harga saham atau IHSG sepanjang tahun itu mengalami penurunan 2,5%.
Penurunan IHSG sepanjang 2018 itu terkait erat dengan sejumlah sentimen negatif di ekonomi nasional, termasuk pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum beranjak dari 5%, depresiasi nilai tukar rupiah, dan defisit neraca perdagangan. Sentimen lain yang turut memengaruhi kondisi itu adalah kondisi luar negeri seperti perang dagang dan penaikkan Fed Funds Rate (FFR) bank sentral Amerika Serikat.
"Saya tanya MI, apakah hanya saham IIKP dan TRAM saja yang turun? Ternyata tidak. Karena hampir semua sahamnya turun," jelas Kresna.
Dia mengatakan kondisi serupa dialami oleh portofolio saham yang dimiliki Asuransi Jiwasraya. Nilai sekitar 100 saham yang dimiliki BUMN itu menurun pada periode tersebut.
Namun, Kresna menegaskan bahwa berdasarkan keterangan MI, kondisi itu bisa berbalik. Menurutnya, kinerja saham-saham milik Asuransi Jiwasraya bisa meningkat lagi bila kondisi ekonomi dan kinerja IHSG membaik.
"Dan itu kesaksian MI yang dihadirkan JPU," terangnya.
KEYWORD : Kasus Korupsi Kasus Jiwasraya Gagal Bayar BUMN