Jum'at, 27/12/2024 06:19 WIB

Kanker Payudara akibat Keturunan Bukan Cuma Mitos

Faktor keturunan ini, lanjut dr. Bob, menyumbang 15-20 persen dari seluruh kasus kanker payudara. Dan umumnya terjadi di bawah usia 50 tahun.

Ahli onkologi RS Kanker Dharmais, dr. Bob Andinata, SpB(K)Onk dalam webinar kanker payudara

Jakarta, Jurnas.com - Ahli onkologi Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, dr. Bob Andinata, SpB(K)Onk menyebut terdapat banyak faktor risiko kanker payudara. Salah satunya ialah faktor genetik atau keturunan (familial).

Faktor keturunan ini, lanjut dr. Bob, menyumbang 15-20 persen dari seluruh kasus kanker payudara. Dan umumnya terjadi di bawah usia 50 tahun.

"Indikatornya memiliki satu atau lebih anggota keluarga terkena kanker payudara pada generasi pertama atau kedua, didiagnosis di bawah usia 50 tahun, bersifat triple negative, dan terkenanya di payudara kiri dan kanan," terang dr. Bob dalam webinar `Kanker Payudara akibat Keturunan: Mitos atau Fakta?` pada Jumat (17/7).

Webinar hasil kerja sama Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) dan para dokter RS Kanker Dharmais tersebut dibuka langsung oleh Ketua YKPI Linda Agum Gumelar, dan diikuti oleh lebih dari 200 peserta.

Dr. Bob melanjutkan, tidak ada perbedaan penanganan (treatment) antara pasien kanker payudara familial dengan kanker payudara seporadik. Penanganan selama ini hanya berdasarkan pada tingkat stadium pasien.

Kendati demikian, anak-anak dari keluarga yang mengidap kanker payudara, disarankan lebih berhati-hati dengan cara melakukan pemeriksaan dan deteksi dini payudara secara lebih intens.

Deteksi dini tersebut dapat berupa periksa payudara sendiri (Sadari), periksa payudara secara klinis (Sadanis), mammografi, USG, maupun MRI.

"Sebab diperkirakan anak-anak ini beberapa tahun yang akan datang akan terkena kanker payudara," ujar dr. Bob.

"Seandainya memang anak-anak itu setelah diperiksa dengan BRCA1 dan BRCA2 lalu hasilnya positif, maka kita diskusi apa yang akan kita lakukan, seberapa persen risikonya, serta apakah harus diangkat kedua payudaranya, atau indung telurnya," imbuh dr. Bob.

Untuk melakukan pemeriksaan BRCA1 dan BRCA2 ini pun, sambung dr. Bob, membutuhkan sejumlah syarat. Syaratnya ialah mereka yang masuk kategori pasien familial, memiliki anak, dan memiliki risiko tinggi terhadap kanker payudara.

Dr. Bob menambahkan, faktor risiko genetik atau keturunan ini termasuk faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan. Karenanya deteksi dini dan pemeriksaan rutin menjadi hal yang penting dilakukan.

"Adapun faktor risiko yang bisa dikendalikan itu misalnya wanita karir di usia 30 tahun masih mau bekerja dan tidak mau menikah, atau ketika menikah tidak punya anak, atau ketika punya anak tidak mau menyusui," tandas Kepala Instalasi Deteksi Dini dan Promosi Kesehatan RS Kanker Dharmais tersebut.

Sementara Plh Direktur Utama RS Kanker Dharmais, Dr. dr. Nina Kemala Sari, Sp.PD-KGER mengapresiasi pelaksanaan serial webinar kanker payudara YKPI.

Menurut dr. Nina, kegiatan ini dapat memberikan edukasi terhadap masyarakat mengenai deteksi dini kanker payudara.

Sebab, lanjut dr. Nina, sebagian besar pasien kanker payudara yang berobat ke RS Kanker Dharmais sudah berada di stadium lanjut. Tentu kondisi ini penyembuhannya lebih sulit ketimbang berobat ketika masih stadium awal.

"Masih banyak masyarakat kita yang takut melakukan deteksi dini. Artinya pemahaman belum sampai ke seluruh lapisan masyarakat. Maka kegiatan ini penting untuk berkali-kali diadakan," tutup dr. Nina.

KEYWORD :

Kanker Payudara Faktor Keturunan YKPI




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :