Koordinator Lingkar Masyarakat Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti
Jakarta, Jurnas.com - Rencana rapat gabungan Komisi III DPR dengan tiga institusi penegak hukum terkait kasus buronan Djoko Tjandra dinilai sangat diperlukan. Mengingat, kasus buronan negara Djoko Tjandra itu sangat urgent dan menjadi perhatian publik.
Koordinator Lingkar Masyarakat Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan, kasus buronan Djoko Tjandra telah mempermalukan negara khususnya aparat penegak hukum. Sehingga, perlu penangan dan penyelesaian yang serius, cepat dan tuntas.
"Kiranya RDP Komisi III dengan gabungan Aparat Penegak Hukum tersebut memang sangat diperlukan. Tentu saja, makin cepat makin bagus. Dengan begitu, penyelesaian kasus inipun kiranya dapat dilakukan dengan segera dan tentu saja tuntas," kata Ray, melalui rilisnya, Jakarta, Rabu (22/7).
Dalam kesempatan itu, Ray meminta agar Komisi III DPR menjadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk melakukan reformasi di lingkungan aparat penegak hukum.
"Khususnya di lembaga kepolisian dan kejaksaan yang bisa dimulai dengan melakukan revisi UU Kepolisian dan Kejaksaan," tegas Ray.
Seperti diketahui, rencana Komisi III DPR menggelar rapat gabungan di masa reses dengan tiga institusi penegak hukum guna membahas kasus Djoko Tjandra yang menjadi buronan negara terganjal. Pasalnya, Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR bidang Korpolkam tidak mengeluarkan izin.
Azis Syamsuddin mengatakan, alasan hingga saat ini surat tersebut belum ditandatangi karena tata tertib DPR dan putusan Badan Musyawarah (Bamus) yang melarang RDP pengawasan oleh komisi pada masa reses.
"Tentunya saya tidak ingin melanggar Tatib dan hanya ingin menjalankan Tata Tertib DPR dan Putusan Bamus, yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses, yang tertuang dalam Pasal 1 angka 13 yang menerangkan bahwa Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja,” kata Azis, melalui rilisnya, Sabtu (18/7).
Ketua Komisi III DPR, Herman Herry mengatakan, surat izin untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pengawasan terhadap mitra kerja itu telah dikirim ke pimpinan DPR sejak Rabu (15/7).
Menurutnya, surat izin untuk menggelar RDP saat masa reses itu dilayangkan setelah Komisi III DPR menerima dokumen berupa surat jalan buronan Joko Tjandra dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Selasa (14/7).
"Tentunya kami menganggap kasus ini bersifat super urgent sehingga berdasarkan mekanisme Tatib DPR, kami harus meminta izin kepada pimpinan DPR," kata Herman, ketika dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Jumat (17/7).
Sayangnya, kata Herman, hingga saat ini surat tersebut masih tertahan di meja Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR bidang Korpolkam. Sementara, Ketua DPR Puan Maharani telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP yang rencananya digelar Selasa (21/7).
“Sebagai informasi, Ketua DPR telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP tersebut pada masa reses hari Selasa depan. Maka dari itu, Ketua DPR mendisposisi izin tersebut kepada Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam,” kata Herman.
"Informasi terakhir dari sekretariat, surat tersebut masih tertahan di Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam disebabkan ada putusan bamus yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses. Sampai saat ini saya juga masih menunggu untuk melihat salinan putusan bamus tersebut," kata Herman.
Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan, Komisi III DPR tetap berkomitmen untuk terus mengawasi aparat penegak hukum dalam penuntasan kasus buronan Djoko Tjandra. Ia memastikan, Komisi III tidak akan menunda-nunda pelaksanaan RDP tersebut.
"Sejak awal kami di Komisi III selalu berkomitmen mendukung kerja-kerja aparat penegak hukum yang profesional dan berintegritas. Maka dari itu, sejak awal Komisi III selalu concern terhadap kasus Joko Tjandra ini. Jadi sebaiknya teman-teman bisa bertanya ke Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam terkait kepastian RDP ini," demikian Herman.
KEYWORD :Warta DPR Komisi III DPR Pimpinan DPR Azis Syamsuddin Djoko Tjandra