Demo Mendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Jakarta, Jurnas.com - Ditariknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dari Prolegnas Prioritas 2020 membuat banyak pihak kecewa, terutama para korban kekerasan yang notabene adalah kaum perempuan.
Padahal, hampir setiap hari media memberitakan tentang terjadinya kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak.
Ketua Bidang Kesehatan, Perempuan dan Anak, DPP PDI Perjuangan Dra. Sri Rahayu mengatakan, partainya akan selalu memperjuangkan keadilan yang terkait perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan seksual.
"Sebagai satu-satunya partai yang dipimpin oleh perempuan di Parlemen, PDI Perjuangan tentunya sangat konsen terhadap perlindungan perempuan dan anak," jelas Sri Rahayu
Bahkan, ia mengaku sudah sampaikan amanat Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri, pada peringatan Hari Perempuan se-Dunia, 8 Maret 2015.
"Saya menegaskan kembali tentang upaya kita bersama untuk segera melahirkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual. Saya sangat memimpikan Indonesia mempunyai UU yang melibatkan lembaga negara dan warga masyarakat dalam melakukan pencegahan terhadap kekerasan seksual”.
Amanat inilah kemudian diturunkan menjadi Instruksi Partai No 984/IN/DPP/X/2015 yang ditujukan kepada “Poksi Baleg agar dapat memperjuangkan masuknya RUU PKS ke dalam prolegnas tahun 2016.’ Dan terbukti RUU PKS telah terdaftar dalam Prolegnas DPR RI 2016. Kemudian Ibu Ketua Umum juga menegaskan hal yang sama dalam Gerakan Indonesia Melawan Kekerasan Seksual, Sahkan UU PKS pada 12 Mei 2016.
“Selain itu idealnya undang-undang ini juga menyertakan pembahasan mengenai perlindungan hak asasi korban, hak saksi dan korban serta pemulihan korban," jelasnya.
Konsistensi dukungan PDI Perjuangan terhadap RUU PKS ini tidaklah berjalan sesuai dengan harapan, dari 2016 hingga saat ini PDI Perjuangan melalui Fraksi nya terus berjuang agar RUU PKS dapat segera disahkan.
Namun partai banteng masih harus bertarung dengan fraksi-fraksi lain di DPR. Sebagian fraksi memandang RUU PKS ini masih belum perlu dan cukup diselesaikan dengan UU KUHP.
Namun beberapa pasal yang diperdebatkan seperti, pasal definisi kekerasan seksual termasuk pasal-pasal terkait pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual belum tercantum di dalam KUHP.
"Sejatinya RUU PKS diharapkan akan dapat melengkapi celah-celah di dalam UU KUHP itu sendiri," lanjutnya.
Untuk itu, Kata Sri Rahayu, PDI Perjuangan merasa perlu melaksanakan FGD ini dengan mengundang stake holder, anggota Fraksi PDI Perjuangan yang diwakili Komisi VIII dan Baleg, praktisi hukum, para pakar, lembaga non pemerintah dan masyarakat sipil serta diikuti oleh 34 Wakabid Kesehatan, Perempuan dan Anak DPD PDI Perjuangan se Indonesia.
"Kami bertekad perjuangkan lahirnya UU Penghapusan Kekerasan Seksual. Pencegahan terhadap kekerasan seksual harus melibatkan lembaga negara dan warga masyarakat," jelasnya.
Karena itu, DPP PDI Perjuangan Bidang Kesehatan, Perempuan dan Anak Membuat Pernyataan Sikap:
1. Mendorong DPR RI untuk membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan memasukkan dalam Program Prioritas proleganas 2021.
2. Membangun jaringan komunikasi dengan berbagai pihak serta media untuk memperluas dukungan terhadap pengesahan RUU PKS.
3. Mendorong masyarakat sipil, pakar dan lembaga terkait untuk memantau dan mengawasi proses pembahasan RUU PKS.
"Kami akan tetap melanjutkan perjuangannya dengan membuktikan bahwa Negara hadir bagi rakyatnya, khususnya bagi perempuan dan anak agar bebas dari kekerasan seksual," demikian disampaikan Sri Rahayu, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kesehatan, Perempuan dan Anak.
Penghapusan Kekerasan Seksual Prolegnas Prioritas 2020 Sri Rahayu