Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama Ahmad Umar (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Pandemi global Covid-19 memaksa seluruh institusi pendidikan di Tanah Air melakukan manuver dari sebelumnya pembelajaran tatap muka, menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Kendati bukan barang baru di dunia pendidikan, PJJ tetap saja menyisakan huru-hara karena tidak semua satuan pendidikan mampu cepat beradaptasi dengan sistem daring tersebut.
Kondisi ini juga dirasakan oleh madrasah, satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangan Kementerian Agama (Kemenag). Bedanya, dalam beberapa hal madrasah selangkah lebih sigap dari sekolah yang menginduk kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
Penerapan Kurikulum Darurat
Di awal-awal pandemi Covid-19 pada April lalu, sejumlah pihak termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan DPR menyerukan agar pemerintah segera menyusun kurikulum darurat.
KPAI berpandangan, selama pelaksanaan PJJ masih banyak sekolah yang memaksakan penuntasan kurikulum. Akibatnya, siswa terbebani dengan seabrek tugas, dan pembelajaran dinilai tidak optimal.
Terhadap rekomendasi KPAI ini, madrasah langsung tancap gas. Melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Nomor 1791 Tahun 2020 yang ditetapkan pada 18 Mei 2020, madrasah mulai dari jenjang Raudhatul Athfal hingga Madrasah Aliyah (MA) resmi mengadopsi kurikulum darurat.
"Madrasah harus membuat kurikulum (darurat) supaya ada kepastian hukum, karena orang melakukan pembelajaran di era yang tidak sama dengan yang normal, maka perlu regulasi dan hukum," kata Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag Ahmad Umar dalam sebuah wawancara khusus dengan Jurnas.com.
Dalam SK Dirjen Pendis Nomor 1791 Tahun 2020 tersebut, madrasah diberikan kebebasan melakukan modifikasi dan inovasi struktur kurikulum, beban belajar, strategi pembelajaran, dan penilaian hasil belajar.
Guru juga boleh memilih materi pelajaran esensi untuk menjadi prioritas dalam pembelajaran. Materi lainnya dapa dipelajari siswa secara mandiri.
"Kami tidak ingin guru madrasah menjadi bingung dan takut, anak anak tidak naik kelas, tidak lulus karena Covid-19 ini," sambung Umar.
Ditambahkan oleh Kepala Subit Kurikulum KSKK Madrasah, Ahmad Hidayatullah, isu kurikulum darurat dinilai penting kala itu setelah Kemenag mendapati banyak keluhan di akar rumput.
"Respon kami hanya ingin memberikan pelayanan yang terbaik. Kami tidak berpikir lain-lain. Jadi kami memberikan (kurikulum darurat) sebelum diminta," terang Ahmad saat dihubungi secara terpisah.
Dan sejak diteken pada Mei lalu, Umar mengklaim tidak ada kendala dalam penerapan kurikulum darurat. "Sejauh ini belum ada laporan dari masyarakat tentang keluhan belajar di madrasah, baik daring maupun luring. Berarti kurikulum darurat berjalan dengan baik," ungkap dia.
Sebagai perbandingan, sekolah di bawah Kemdikbud baru menerapkan kurikulum darurat pada 7 Agustus 2020 lalu, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.
Kurikulum darurat Kemdikbud berisi penyederhanaan kurikulum nasional, yakni pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran, sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya.
Penggunaan E-Learning
Umar mengatakan Kemenag memanfaatkan e-learning sebagai media PJJ selama pandemi Covid-19. Bak gedung-gedung kelas virtual, platform daring gratis ini dapat diakses oleh guru dan siswa.
Dengan menggunakan e-learning, siswa maupun guru tidak perlu lagi aplikasi konferensi video seperti Zoom, Google Meet, maupun platform daring sejenisnya. Dan untuk materi pembelajaran, peserta didik tidak perlu mengeluarkan kocek untuk berlangganan aplikasi belajar berbayar.
"E-Learning ini sudah satu paket. Untuk konten, kita bisa setting kurikulumnya sendiri, yang bikin guru-guru itu. Bisa bikin materi, kalo tidak bisa bikin sudah tersedia bookletnya, tinggal masukin. Fiturnya ada video conference kayak Zoom," papar Umar.
"Ada banyak menu yang bisa diakses guru dan siswa. Ini gratis, dikendalikan langsung di server jadi akses lebih mudah. Jadi sudah server sudah di masing-masing madrasah," imbuh dia.
Menurut data statistik resmi Kemenag per Minggu (16/8), e-learning telah digunakan oleh 20.758 madrasah, diakses oleh 1.577.854 siswa dan 166.873 guru, dan memiliki 370.139 kelas daring. Jumlah ini terus meningkat.
Untuk sementara, baru madrasah negeri yang mendapatkan akses e-learning dengan pertimbangan kesiapan server. Namun Umar memastikan pada Agustus ini madrasah swasta juga akan diberikan akses platform tersebut.
"Agustus ini kami sudah bisa sewa server dari pusat. Karena itu kami orientasian untuk madrasah swasta," papar dia.
Lebih lanjut, Ahmad Hidayatullah menyebut e-learning akan tetap digunakan pasca pandemi ini berakhir. "Bedanya, di era pandemi ini menjadi salah satu pilihan, tetapi setelah pandemi selesai untuk percepatan di area madrasah," Ahmad menambahkan.
Umar mengakui di tengah pandemi Covid-19 ini tidak semua siswa mampu menjalankan PJJ. Dari 10,2 juta siswa madrasah negeri dan swasta, hanya 30 persen di antaranya yang memiliki akses belajar daring.
Sedangkan untuk mereka yang harus menjalankan belajar luar jaringan (luring), Kemenag menerapkan strategi yang berbeda.
"Luring itu bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu madrasah dibuka setiap hari, perpustakaan dibuka, kami siapkan guru-guru konsultan. Guru terus menerima laporan laporan konsultasi. Prinsipnya tidak bergerombol dan tidak ada tatap muka. Hanya meminjam buku ke perpustakaan, konsultasi secukupnya, lalu pulang. Adapun langkah kedua, guru mendatangi siswa," tandas Umar.
KEYWORD :Pembelajaran Jarak Jauh Madrasah Ahmad Umar Kementerian Agama