Sabtu, 23/11/2024 10:01 WIB

KAMI Dinilai Kelompok Broker Politik

Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang baru dideklarasikan oleh sejumlah tokoh dinilai sebagai broker politik atau pemburu rente.

Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens

Jakarta, Jurnas.com - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang baru dideklarasikan oleh sejumlah tokoh dinilai sebagai broker politik atau pemburu rente.

Penilaian itu disampaikan Pengamat Politik Boni Hargens, melalui rilisnya, Jakarta, Selasa (18/8). Menurutnya, dalam demokrasi yang sehat, oposisi jalanan biasanya dimainkan oleh kekuatan civil society dan benar-benar mencerminkan aspirasi public yang tak tersalurkan melalui mekanisme prosedural kekuasaan.

Kata Boni, KAMI sebagai oposisi jalanan yang terpisah dari masyarakat. Para pengusungnya adalah “para bekas” yaitu  bekas politisi, bekas birokrat, bekas tokoh agama, bekas akademisi kampus, dan bekas aktivis yang sempat menikmati kekuasaan pada periode pemerintahan sebelumnya.

"Kehadiran broker politik dan pemburu rente, rent-seekers, dalam demokrasi electoral sudah menjadi tradisi umum di negara yang demokrasinya belum begitu stabil. Saya cemas jangan-jangan KAMI ini hanya kelompok broker politik ataupun pemburu rente yang ingin mencari untung sesaat," kata Boni.

Alasannya, kata Boni, para deklarator dan momentum deklarasi adalah orang-orang yang dikenal publik karena kebiasaan mereka mencibir pemerintah di media. Meski demikian, Boni menghargai gerakan tersebut sebagai bagian dari kebebasan demokrasi.

"Namun, saya ingin mengatakan bahwa deklarasi KAMI tidak lebih dari sekedar oposisi jalanan. Pertimbangannya antara lain, isu yang mereka usung semuanya isu lama, tidak ada yang baru, mereka juga tidak mempunyai basis dukungan massa yang memadai, dan legitimasi moral mereka lemah di mata masyarakat," katanya.

Selain itu, Boni menduga, KAMI dibentuk hanya untuk membangun bargaining position yang strategis untuk target pilpres 2024. Dimana, ada salah satu dari tokoh-tokohnya yang berambisi menjadi capres atau cawapres.

"Kalaupun tidak ada, setidaknya mereka bisa menjadi kekuatan yang layak diperhitungkan oleh para kandidat. Artinya, target KAMI politik pragmatis. Saya skeptis dengan misi mereka menyelamatkan Inidonesia. Justru para tokoh KAMI adalah orang-orang yang perlu diselamatkan—diselamatkan dari cara berpikir yang sinis dan pesimis terhadap pemerintah. Mereka perlu diselamatkan dari sikap skeptis yang cendrung absurd," tegasnya.

Namun, lanjut Boni, sejauh ini KAMI belum berpotensi menjadi ancaman bagi stabilitas politik dan keamanan negara. Namun, dalam perjalanan waktu ke depan, KAMI bisa menjadi ancaman. Ada beberapa alasan untuk itu.

"Pertama, sebagian kelompok pendukung KAMI adalah kelompok ideologis yang pada periode pemilu 2019, termasuk Pilkada DKI Jakarta 2017, memainkan politik identitas. Kalau KAMI ikut mengamplifikasi politik identitas, maka gerakan mereka berpotensi menjadi ancaman bagi ketahanan ideologi dan demokrasi Pancasila," terangnya.

Kedua, KAMI muncul di tengah kesibukan pemerintah menangani wabah Covid-19. Gerakan mereka berpotensi menguras energi pemerintah dan berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan.

Ketiga, kalau KAMI ikut bermain dalam kampanye pilkada serentak Desember 2020 yang di depan mata, maka ada kemungkinan kehadiran KAMI menjadi masalah tersendiri. Propaganda antipemerintah akan terus menjadi narasi politik yang dominan baik di tingkat local maupun nasional.

"Kalau KAMI memang mempunyai motivasi dan intensi yang baik untuk merawat demokrasi, sebaiknya KAMI memberikan evaluasi dan kritik secara komprehensif dalam bentuk kajian yang akademik dan memadai tentang kelemahan dan kekuatan pemerintah dan kebijakannya," tegas Boni.

KEYWORD :

Deklarasi KAMI Pilpres 2024 Broker Politik




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :