
Kegiatan Sosialisasi Advokasi KIE Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja di Kabupaten Sleman Provinsi Yogyakarta, Senin (11/10).
Yogyakarta, Jurnas.com - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan, pandemi COVID-19 sejak awal tahun 2020, telah menaikkan kembali angka prevalensi stunting menjadi 32 persen, setelah sempat turun di angka 30,8 persen pada tahun 2018.
"Sementara prevalensi balita pendek di DIY pada tahun 2018 sebesar 12,37 persen, turun menjadi 10,69 pada tahun 2019," kata Plh Kepala Perwakilan BKKBN DIY Rohdhiana Sumariati, pada acara Kegiatan Sosialisasi Advokasi KIE Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja di Kabupaten Sleman Provinsi Yogyakarta, Senin (11/10).
Kisah Pejuang Stunting di Tengah Minimnya Kesadaran Masyarakat, `Bersatu Kita Teguh Bertiga Kita Tangguh`
Rohdhiana menbgatakan, meski angka stunting DIY tergolong rendah dan di bawah rata-rata nasional, namun pemerintah setempat berupaya mempercepat penurunan dengan berbagai cara. Terlebih, karena saat ini ada tantangan pandemi yang berisiko meningkatkan kembali kasus stunting.
"Di antaranya yang bisa dilakukan adalah melalui intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif untuk membantu ibu hamil, bayi, dan remaja putri," lanjut Rohdhiana.
Intervensi gizi spesifik antara lain dengan memberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada ibu hamil untuk mencegah terjadinya kekurangan energi kronis. Ibu hamil yang mengalami anemia juga akan mendapatkan tablet tambah darah.
Selanjutnya ada upaya konsumsi garam beryodium, suplementasi zink, vitamin A, imunisasi dasar lengkap balita, pemberian obat cacing, tata laksana gizi buruk, dan lain-lain. Sembari menjalankan upaya langsung kepada sasaran itu, intervensi gizi sensitif berupa upaya memastikan tersedia air bersih dan sanitasi, akses layanan kesehatan dan KB, jaminan kesehatan, edukasi kesehatan dan sebagainya juga dilakukan. Rohdhiana menegaskan upaya-upaya di atas membutuhkan konvergensi multi sektor.
"Semua harus berkolaborasi dimulai dari perencanaan, penganggaran, penggerakan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian. BKKBN yang ditunjuk sebagai koordinator pelaksana di lapangan tidak bisa bekerja sendiri," tambahnya.
Di lapangan menurut Rohdhiana BKKBN melaksanakan Bina Keluarga Balita (BKB) dan memastikan akses layanan keluarga berencana. Salah satu yang ditekan adalah pengasuhan 1000 hari pertama kehidupan.
"Dalam Pengasuhan 1000 HPK, BKKBN mendapat peran untuk melaksanakan tugas pemberdayaan keluarga (intervensi sensitif) melalui Pengasuhan 1000 HPK, yaitu pengasuhan yang dilakukan saat kehamilan sampai dengan anak berusia dua tahun setelah kelahiran," lanjutnya.
Kegiatan BKKBN (intervensi sensitif) direncanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan spesifik, dampaknya diharapkan sensitif terhadap keselamatan proses pertumbuhan dan perkembangan Pengasuhan 1000 HPK.
"Dampak kombinasi dari kegiatan spesifik dan sensitif diharapkan bersifat langgeng dan jangka Panjang," katanya.
Anggota DPR RI Komisi IX Bapak H. Sukamto, S.H sepakat dengan perlunya sinergi berbagai sektor untuk mencapai target percepatan penurunan angka stunting menjadi 14 persen pada 2024.
"Semua terlibat, misalnya Kementerian Sosial untuk melaksanakan dan mengawal program bantuan sosial bagi keluarga-keluarga kurang mampu agar tetap bisa memenuhi gizi keluarga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memastikan tersedianya air minum dan sanitasi yang layak, apalagi Kementerian Kesehatan banyak sekali yang harus dilakukan,” kata Sukamto.
Bahkan menurutnya, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kominfo, hingga Badan POM juga terlibat.
"Kementerian Agama itu bisa menjalankan pendidikan bagi calon pengantin untuk agar memahami bagaimana mencegah stunting. Kemendikbud menangani Pendidikan Usia Dini. Jadi konvergensi ini menjadi kunci bagi pencapaian target penurunan angka stunting,” tambahnya.
Sebelumnya Presiden telah menerbitkan Peraturan Presiden No 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting merupakan penegasan dan penugasan bagi kementerian, pemerintah provinsi, hingga desa, untuk melakukan intervensi secara terintegrasi. Dalam hal ini BKKBN menjadi koordinator pelaksana di lapangan.
Meski demikian, stunting merupakan persoalan multidimensi dan sinergi dan yang membutuhkan kerja sama Kementerian Lembaga, maupun pemerintah daerah terlebih di tengah pandemi.
Intervensi penanganan stunting makin luas dari 2018 mencapai 100 kabupaten kota, yaitu Program dilaksanakan bertahap 2016 di 100 kabupaten/kota prioritas, tahun 2019 pada 160 kabupaten/kota, tahun 2020 260 kabupaten/kota, 2021 jadi 360 kabupaten/kota prioritas dan 2022 diharapkan mencapai 514 kabupaten/kota.
KEYWORD :Gizi Spesifik Gizi Sensitif BKKBN Pandemi COVID-19