Ilustrasi Energi Baru Terbarukan (EBT). (Foto: ist)
Jakarta, Jurnas.com - Pemerintah Indonesia menempatkan paradigma pengelolaan energi untuk kemaslahatan masyarakat seperti yang tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Energi tidak lagi menjadi sumber pendapatan negara maupun pendapatan daerah, tetapi paradigma energi kini untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan kesinambungan ekonomi di pusat dan daerah.
Penegasan tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto, dalam keterangan tertulisnya, yang dikutip di Jakarta, Rabu (13/10/2021).
"Energi tidak lagi menjadi andalan penerimaan negara karena kontribusi pada APBN di bawah 10 persen," ujarnya.
Djoko menjelaskan pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan untuk pemanfaatan energi, salah satunya kebijakan harga gas supaya industri dalam negeri dapat berkembang dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Menurut dia, setiap 1 dolar AS di hulu minyak dan gas bumi bisa memberikan efek berganda hingga 1,6 kali dibandingkan nilai investasi yang ditanamkan.
Berdasarkan angka realisasi RUEN tahun 2020, sektor minyak dan gas bumi masih berada di angka 50,8 persen yang artinya lebih dari separuh pemenuhan energi dalam negeri masih dipenuhi oleh sektor minyak dan gas bumi.
Pada 2025, KEN dan RUEN menargetkan minyak dan gas bumi berada pada angka 47 persen.
Djoko mengungkapkan bahwa angka itu masih lebih besar jika dibandingkan dengan target batu bara yang hanya 30 persen dan energi baru terbarukan sebesar 23 persen.
Pada 2050, energi yang bersumber dari minyak dan batu bara masih berkontribusi besar hingga 44 persen, batu bara hanya 25 persen, dan energi baru terbarukan, sebesar 31 persen.
"Oil and gas masih merupakan andalan untuk memenuhi energi di dalam negeri hingga tahun 2050," pungkas Djoko.
KEYWORD :Djoko Siswanto Energi Penerimaan Negara