Marlen Sitompul | Selasa, 29/11/2016 11:54 WIB
Mendikbud, Muhadjir Effendy
Jakarta - Komisi X DPR menilai kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy justru menimbulkan stres bulanan bagi pemangku kepentingan pendidikan.
Ketua
Komisi X DPR yang membidangi pendidikan, Teuku Riefky Hasrysa mengatakan, beberapa kebijakan yang terbitkan Mandikbud membuat para pemangku pendidikan resah.
"Bila disimak secara mendalam, pemangku kepentingan pendidikan mengalami stres bulanan karena adanya kebijakan
Mendikbud," kata Riefky, kepada Jurnas.com, Jakarta, Selasa (29/11).
Hal itu menanggapi kebijakan
Mendikbud soal moratorium Ujian Nasional (UN) 2017. Dimana, salah satu pertimbangan moratorium UN yang disampaikan
Mendikbud adalah agar orang tua tidak perlu stres tahunan karena adanya UN.
Padahal, kata Riefky, sejak dilantik tanggal 27 Juli 2016 sebagai
Mendikbud, Muhadjir Effendy paling tidak menerbitkan lima kebijakan yang membuat stres bulanan para pemangku pendidikan.
Lima kebijakan itu, jelas Riefky, full day school, sertifikasi guru akan diganti dengan program baru yang disebut dengan resonansi finansial, merevitalisasi komite sekolah dengan wajah baru dengan nama Badan Gotong Royong Sekolah, ingin merombak K13, dan yang terakhir moratorium UN.
"Jadi bukan lagi stres tahunan tetapi stress bulanan," tegas politikus Partai Demokrat itu.
Sebelumnya,
Mendikbud Muhadjir Effendy mengusulkan moratorium atau penangguhan UN pada 2017. Menurutnya, saat ini UN berfungsi untuk pemetaan dan tidak menentukan kelulusan peserta didik.
"Sudah tuntas kajiannya, dan kami rencana (UN) dimoratorium. Sudah diajukan ke Presiden dan menunggu persetujuan Presiden," kata Muhadjir, Kamis (24/11).
Kemendikbud ingin mengembalikan evaluasi pembelajaran siswa menjadi hak dan wewenang guru, baik secara pribadi maupun kolektif. "Negara cukup mengawasi dan membuat regulasi supaya standar nasional benar-benar diterapkan di masing-masing sekolah," kata Muhadjir.
KEYWORD :
Moratorium UN Pendidikan Mendikbud Komisi X DPR