Sabtu, 21/12/2024 18:59 WIB

Pemerintah Dorong Pemberdayaan Petani Sawit

Pemberdayaan petani/masyarakat kelapa sawit diantaranya dilakukan dengan pertama, melakukan pendidikan, pelatihan dan magang petani. Kedua, pendampingan dan pengawalan implementasi teknologi dan kelembagaan.

Para pembicara FGD Sawit Berkelanjutan Vol 10, yang dimoderatori ketua Bidang Komunikasi GAPKI, Tofan Mahdi. (Foto: Ist)

JAKARTA, Jurnas.com - Praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan yang dilakukan petani kelapa sawit, sudah mendapat banyak kemajuan. Kendati masih memiliki berbagai hambatan dalam implementasinya.

Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kemenko, Edy Yusuf, mengatakan, sejatinya pemerintah mendorong dilakukannya pemberdayaan petani dan organisasi petani untuk memperoleh akses dalam memenuhi kebutuhan (modal, teknologi, agro-input, benih/bibit).

Pemberdayaan petani/masyarakat kelapa sawit diantaranya dilakukan dengan pertama, melakukan pendidikan, pelatihan dan magang petani. Kedua, pendampingan dan pengawalan implementasi teknologi dan kelembagaan.

Ketiga, penghimpunan dana peremajaan dalam rangka keberlanjutan usaha. Keempat, pemantapan kelembagaan yang mendukung pengembangan agribisnis kelapa sawit.

"Kelima, kemitraan antara perusahaan besar negara/swasta dengan kelompok tani dalam rangka akselerasi peremajaan sawit rakyat," kata Edy pada acara Webinar FGD Sawit Berkelanjutan Vol. 10, bertajuk `Mendukung Pemberdayaan Perkebunan Sawit Rakyat`, Kamis (18/11).

Menurut Edy, sinergi kebijakan antara lembaga pemerintah dan lembaga legislatif serta antara pemerintah pusat dan daerah sangat dibutuhkan untuk menjadikan perkebunan kelapa sawit sebagai motor penggerak ekonomi nasional dan daerah.

"Hal ini ditempuh melalui koordinasi dan sinkronisasi antar seluruh stakeholders yang dilakukan secara berkala,” kata Edy.

Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Sunari, guna mendukung petani sawit swadaya, solusi Indonesia adalah melalui program penanaman kembali petani besar-besaran.

Tujuannya, kata dia, untuk membantu petani sawit swadaya memperbaharui perkebunan kelapa sawitnya dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan, dan berkualitas serta mampu mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal..

Lebih lanjut kata Sunari, sebab itu dalam penerapan PSR mencakup 4 aspek, pertama aspek legalitas yakni petani swadaya yang berpartisipasi dalam program ini harus mengikuti aspek legalitas tanah.

Kedua aspek produktivitas, ialah pencapaian standar produktivitas untuk program penanaman kembali bagi perkebunan yang produktivitas Tandan Buah Segar (TBS) sawitnya masih dibawah 10 ton per hektare per tahun.

"Termasuk kebun sawit rakyat yang Kepadatan tanaman kurang dari 80 pohon/h," kata Sunari.

Lantas ketiga aspek sustainability, dimana program penanaman kembali mesti mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan, yang meliputi: tanah, konservasi, lingkungan dan lembaga.

Lantas keempat, pemenuhan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dengan memastikan prinsip keberlanjutan, kata Sunari, peserta program ini diharuskan untuk mendapatkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) pada panen pertama.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Mukti Sardjono, mengatakan, program yang digagas pemerintah ini masih menghadapi beberapa kendala.

Permasalahan itu antara lain masih tingginya tanaman Sawit rakyat yang sudah memasuki masa peremajaan dan tingkat produktivitas yang rendah, paahal pemerintah mentargetkan PSR setiap tahun minimal 180 ribu hektara.

Lebih lanjut kata Mukti, dana PSR yang disediakan sebesar Rp 30 juta hanya cukup untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)1. "Lantas bagaimana dengan dana sampai TM1, sumber pendapatan pekebun selama tanaman belum menghasilkan?” tutur Mukti.

Termasuk mengenai, legalitas lahan, khususnya kebun sawit yang diidentifikasikan masuk dalam Kawasan hutan, lantraran terdapat lahan eks PIR dan eks Transmigrasi masuk dalam Kawasan hutan. Solusi UUCK hanya untuk sawit rakyat yang kurang dari 5 Ha dan berdomisili di lokasi.

"Bagaimana diluar itu? Mengenai jual beli kapling/ganti pemilikan (eks PIR), bagaimana berkembangnya PKS tanpa kebun?" ucap Mukti.

Sebab itu GAPKI dalam mendukung PSR, dengan melakukan pembentukan SATGAS Percepatan PSR GAPKI, yang melibatkan seluruh Cabang GAPKI, dimana cabang melakukan assesment dan pemetaan potensi lahan dan petani PSR disekitar anggota, update perkembangan penanaman).

Menjadi Anggota Pokja Penguatan Data dan Peningkatan Kapasitas Pekebun – Kemenko Perekonomian, kemudian aktif dalam Koordinasi Rutin untuk Percepatan PSR dengan Kantor Menko Perekonomian, Ditjenbun, BPDPKS dll. (Memberikan masukan kepada Pemerintah terkait kebijakan penyederhanaan proses pengajuan dan pembiayaan Percepatan PSR dll).

"Kami juga melakukan kerjasama dengan Asosiasi Petani/Pekebun dalam percepatan PSR (Pengikatan Kemitraan dengan MOU, FGD dll, serta mengawal dan meng-update secara rutin Percepatan PSR snggota GAPKI melalui Rapat Pusat & Cabang GAPKI,” kata Mukti.

Diungkapkan Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, dalam pemberdayaan petani kelapa sawit swadaya kerap tidak sesuai sasaran, kata dia, ibarat peribahasa lain gatal lain yang digaruk.

Sebab itu kedepan perlu ada komitmen dari para pelaku kelapa sawit untuk mendukung pengembangan petani sawit swadaya. Terlebih saat ini sebanyak 20 kebupaten/kota berkomitmen menerapkan Rancana Aksi Daera (RAD), yang sejatinya bisa bermanfaat bagi perkebunan kelapa sawit.

"Bila melihat kondisi petani kelapa sawit sangat miris, belum lagi perlu adanya peningkatan Best Management Practicess (BMP),” ungkap Darto.

Kedepan, tutur Darto, maka untuk promosi sawit perlu menampilkan hasil dilapangan dengan contoh konkret. "Langkah bagusnya dana kelapa sawit harus dimaksimalkan untuk mendukung kabupaten dalam membangun perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, termasuk dukungan terhadap kebijakan RAD, apalagi ditingkat nasinal paying hukumnya telah ada yakni Rencana Aksi Nasiona (RAN)," kata Darto.

Langkah konkret menjadi sangat penting dan bermanfaat bagi promosi positif, promosi dagang, promosi sawit berkelanjutan dan sebagai bukti penerapan BMP yang memang harus dilakukan guna memperkuat kelapa sawit Indonesia.

"Membenahi masalah yang muncul jangan melulu terkait sawit dalam kawasan hutan, tapi juga bagaimana sawit rakyat di kawasan APL, kita perlu benahi dengan baik, apalagi bila bicara ISPO, lantas seberapa banyak petani sawit yang sudah ISPO," kata Darto

KEYWORD :

Kelapa Sawit




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :