Faisol Riza
Cerdas! Menyelamatkan NKRI yang pondasinya Pancasila dan UUD 1945 tidak harus dengan salak pistol atau penghadangan terhadap demonstran, tapi cukup dengan sebuah payung biru.
Jokowi memegang sebuah payung diikuti wapres dan sejumlah menteri, jumat siang (2/12), menerobos hujan lebat bergegas keluar dari istana negara mengikuti shalat jumat bersama di Monas. Lautan ratusan ribu umat Islam berpakaian putih-putih sedang bersiap-siap menunaikan shalat Jumat, berderet hingga bunderan HI. Takbir berkumandang menyambut kedatangan Presiden ke-7 ini.
Sebagaimana kita ikuti, aksi shalat jumat ini kelanjutan dari Aksi Bela Islam ke II 414 yang lalu. Ratusan ribu orang menuntut penegakan hukum terhadap Ahok yang diduga menista agama saat berpidato di Kepulauan Seribu. Hasil dari aksi itu, Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Aksi itu sendiri awal ya berlangsung damai, namun kemudian berakhir ricuh.
Pemerintah menuding ada aktor politik yang bermain. Apalagi mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar konferensi pers sebelumnya menunjuk intelejen bertindak salah. Pilkada DKI yang sebentar lagi digelar semakin memanaskan situasi.
Menariknya, selama hampir sebulan terakhir Presiden Jokowi menggelar sejumlah konsolidasi. TNI dan Polri dikonsolidasikan. Pertemuan dengan sejumlah ulama dan tokoh-tokoh Islam digelar beberapa kali, bahkan Presiden Jokowi mendatangi kantor PBNU dan PP Muhammadiyah. Aksi bela kebhinnekaan dan persatuan digelar di seluruh negeri. Satu pertanyaan menyeruak kemudian, apakah yang sebenarnya terjadi?
Kamis siang (1/12), muncul peringatan dari Kedubes AS bahwa aksi shalat jumat ini berpotensi untuk dimanfaatkan okeh kekuatan politik tertentu. Beberapa hari sebelumnya aparat keamanan mengingatkan soal kemungkinan adanya gerakan makar. Apakah benar adanya gerakan makar itu? Tadi pagi ada penangkapan sejumlah aktivis politik seperti Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, Rachmawati Soekarnoputri, dll. Diduga mereka `dicomot` karena tuduhan makar.
Ada yang belum `terang` dari berbagai peristiwa ini. Namun ada baiknya kita merunut beberapa kejadian sebelumnya yang barangkali bisa dijadikan dasar bahwa makar itu memang ada.
Pertama, sayup-sayup terdengar soal mengembalikan piagam Jakarta sebagai dasar negara. Bahkan dalam beberapa pidato terbuka, Habib Rizieq menyatakan bahwa Piagam Jakarta perlu dikembalikan. Reaksinya cukup keras dari berbagai wilayah Indonesia seperti Papua dan Kalimantan yang menyebut akan berpisahndati NKRI.
Kedua, kemunculan bendera ISIS secara terbuka baik dalam beberapa video youtube yang diupload adanya sejumlah pembaiatan maupun dalam Aksi Bela Islam II. Melihatnya justru mengkhawatirkan karena ISIS sendiri saat ini sedang digempur habis di Timur Tengah, sementara di tanah air benderanya digotong-gotong penuh semangat dalam aksi-aksi.
Ketiga, munculnya aksi-aksi kebhinnekaan di berbagai tempat mengisyaratkan adanya kekhawatiran Indonesia akan tercerai-berai karena SARA. Pusat-pusat perbelanjaan yang tutup selama aksi bela Islam dan sepinya jalanan menggambarkan bahwa ada kekhawatiran besar bahwa aksi ini akan berubah menjadi gerakan anti pemerintah yang bisa mendorong terjadinya krisis politik.
Hari ini Presiden Jokowi menjawab semua itu dengan mengikuti shalat jumat bersama umat Islam. Kekhawatiran isu terpecahnya NKRI dan kembalinya Piagam Jakarta menguap. Dengan payung biru itu, Jokowi meyakinkan rakyat Indonesia bahwa NKRI tetap aman.
*(Mantan aktivis korban penculikan Soeharto dan Wasekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa).
KEYWORD :Jokowi aksi bela islam nkri faisol riza