Logo Moderna (MRNA) dikelilingi oleh jarum suntik, pil dan masker wajah sekali pakai (Sumber: Ascannio / Shutterstock)
Hong Kong, Jurnas.com - Produsen vaksin Moderna memperingatkan bahwa vaksin Covid-19 yang ada saat ini, tidak akan bekerja efektif terhadap virus corona varian Omicron, seperti halnya melawan versi Delta.
Pernyataan CEO Moderna, Stéphane Bancel pada Selasa (30/11), memicu penurunan harga minyak mentah berjangka lebih dari satu dolar, dan mata uang Australia mencapai level terendah dalam setahun.
Komentar Bancel juga menyebabkan kekhawatiran pada resistensi vaksin, yang dapat menyebabkan lebih banyak penyakit dan rawat inap, juga memperpanjang pandemi.
"Tidak ada vaksin yang (efektivitasnya) berada pada tingkat yang sama dengan Delta," kata Bancel dikutip dari Reuters.
"Saya pikir akan terjadi penurunan. Saya tidak tahu berapa banyak karena kita perlu menunggu datanya. Tetapi semua ilmuwan yang saya ajak berbicara bilang `ini tidak akan baik-baik saja`," ungkap dia.
Taiwan Pesan 700.000 Unit Pil Antivirus Pfizer
Omicron yang menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membawa risiko lonjakan infeksi sangat tinggi, memicu alarm global. Penutupan perbatasan kini kembali mengemuka di tengah pemulihan ekonomi pasca dunia terpuruk akibat pandemi dua tahun terakhir.
Berita kemunculan varian ini menghapus sekitar US$2 triliun dari nilai saham global pada Jumat pekan lalu, meskipun beberapa ketenangan dipulihkan minggu ini karena investor menunggu lebih banyak data tentang karakteristik Omicron.
Pernyataan Presiden Joe Biden bahwa Amerika Serikat tidak akan memberlakukan kembali penguncian, juga telah membantu menenangkan pasar sebelum komentar dari kepala Moderna menakuti investor.
Biden menyerukan vaksinasi yang lebih luas, sementara Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mendesak semua orang berusia 18 tahun ke atas untuk mendapatkan suntikan booster. Inggris juga telah memperluas program pendorong Covid-19 di tengah kekhawatiran Omicron.
KEYWORD :CEO Moderna Stephane Bancel Varian Omnicron Virus Covid-19