Mantan Gubernur Bengkulu, Agusrin Maryono Najamuddin
Jakarta, Jurnas.com - Tim kuasa hukum PT Anugerah Pratama Inspirasi (PT. API) Yasrizal, S.H, meminta semua pihak menghentikan isu-isu bohong terkait cek kosong yang terhadap Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin.
Dalam perkara cek kosong itu, Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin selaku Komisaris PT Anugerah Pratama Inspirasi (PT. API) dan mantan Anggota DPR RI Raden Saleh Abdul Malik selaku Dirut PT. Anugerah Pratama Inspirasi (PT. API) telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Polda Metro Jaya.
“Berhentilah menyebar fitnah terhadap Pak Agusrin Mantan Gubernur Bengkulu dan Pak Saleh Direktur yang merupakan orang dekat Wapres RI KH. Ma’ruf Amin terkait cek kosong Rp33 Miliar tersebut. Itu fitnah,” Kata Yasrizal, S.H, Kuasa Hukum PT. API, dalam rilisnya, Rabu (22/12/2021).
Menurut Yasril, justru pihak PT. Tirto Alam Cindo atau penjual yang telah melakukan penipuan dengan memanipulasi kondisi barang yang tidak sesuai dengan kondisi yang disepakati, dan dengan sengaja memutarbalikkan fakta dengan tujuan menekan Klien Kami agar mau membayar barang yang harga sebenarnya hanya Rp6 Miliar dan meminta pembayaran Rp33 miliar.
Penekanan lewat media ini sudah mereka lakukan berkali-kali, sejak 2009 silam, saat Agusrin mencalonkan diri sebagai Gubernur Bengkulu pada tahun 2020.
"Sejak awal, Pak Saleh selaku Dirut PT. Anugerah Pratama Inspirasi (PT. API) bersedia melunasi berapapun nilai transaksinya, tapi Pak Saleh meminta dilakukan appraisal oleh tim independen. Akan tetapi selalu dari pihak penjual tidak mau dilakukan penilaian oleh tim appraisal independen, tetap memaksa Klien kami membayar Rp33 miliar sesuai kesepakatan lisan," kata Yasrizal.
Ia menyebut keganjilan makin terang benderang terungkap. Kenapa tidak mau dilakukan appraisal. Sebagai pembeli yang serius, Saleh dan Agusrin telah mengeluarkan uang muka sebesar Rp7,5 miliar kepada pihak penjual (PT Tirto Alam Cindo), saat kesepakatan lisan disepakati.
Ketika Saleh dan Agusrin menurunkan tim untuk mengecek pabrik, keduanya sangat kaget ternyata mesin-mesin pabrik jauh dari apa yang disepakati. Bahkan, banyak mesin-mesin pabrik itu yang diklaim sebagai aset pihak penjual dan masuk dalam kesepakatan perjanjian jual beli, ternyata tidak ada barangnya, karena telah dijual ke pihak lain sebelumnya.
Berdasarkan temuan itulah, tutur Yasrizal, Saleh dan Agusrin meminta dilakukan appraisal oleh tim independen untuk menemukan nilai yang pantas dan layak untuk mesin-mesin tersebut.
Jika tidak mau dilakukan penilaian oleh tim appraisal independen, jelasnya, maka transaksi dibatalkan dan uang DP Rp7,5 miliar minta dikembalikan dan itu tertuang dalam surat resmi yang dikirimkan Saleh dan Agusrin kepada pihak penjual.
"Hingga hari ini, pihak penjual tidak bersedia dilakukan appraisal, malah terus menekan Pak Saleh dan Pak Agusrin untuk membayar uang Rp 33 miliar padahal nilainya hanya Rp 6 miliar," kata dia.
Yasrizal menjelaskan soal cek kosong. Ketika kesepakatan jual beli ini disepakati, masing-masing pihak sepakat untuk menyerahkan cek sebagai jaminan transaksi. Pihak penjual menyerahkan cek kepa pihak pembeli dan pihak pembeli menyerahkan cek kepada pihak penjual sebagai jaminan transaksi.
Cek tersebut masing-masing bisa dicairkan jika balik nama saham pabrik dari penjual kepada pihak pembeli telah selesai dilakukan. Tap kenyataannya, hingga saat ini saham pabrik yang diperjualbelikan belum diserahkan kepada pihak pembeli, jadi cek tersebut belum bisa dicairkan oleh masing-masing pihak.
Sebenarnya, yang berniat melakukan penipuan ini adalah pihak penjual. Mengapa mereka tidak mau diappraisal oleh tim independen dan mengapa mereka tidak mau melakukan balik nama saham, padahal pihak pembeli sudah membayar Rp7,5 miliar dan masing-masing telah menyerahkan cek sebagai jaminan transaksi.
Kenapa mereka mencairkan cek yang sepakat dijadikan jaminan transaksi padahal sahamnya belum dipindahkan kepada pembeli. Dan mereka tahu bahwa pembeli meminta diappraisal terlebih dahulu atau jika tidak mau dilakukan appraisal maka transaksi dibatalkan dan uang Rp7,5 miliar harus dikembalikan.
"Modus menekan Saleh dan Agusrin harus membayar Rp33 miliar, padahal harganya hanya Rp6 miliar, melalui pemberitaan media, yang berulang-ulang kali dilakukan seperti ini adalah modus yang jahat," katanya.
"Kalau tidak ada niat untuk memeras, kenapa tidak mau melakukan appraisal dengan tim independen, kan akan obyektif hasilnya kalau di appraisal dengan tim yang independen," lanjut Yasrizal.
Kepada pihak aparat penegak hukum, ia meminta objektif dan transparan karena sangat banyak orang yang ahli memutarbalikkan fakta seperti ini di media guna melakukan pemerasan terhadap pejabat publik.
“Masa klien Kami dipaksa membayar barang rongsokan yang nilainya tidak masuk akal, kemudian diancam dengan diberitakan di media. Perbuatan ini sangat tidak menyenangkan bagi klien kami, hasil Appraisal mesin-mesin ini harganya hanya Rp6 miliar tapi dipaksa membayar Rp33 miliar," kata Yasrizal.
Polda Metro Jaya telah menetapkan mantan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin dan mantan Anggota DPR RI Raden Saleh Abdul Malik sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan tersangka atas dugaan kasus penipuan cek kosong dengan pelapor PT Tirto Alam Cindo (TAC).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan mengatakan keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka pada September 2021. Berkas perkara kasus itu pun disebut telah diserahkan ke kejaksaan.
"Sudah tersangka, berkasnya juga sudah diserahkan ke kejaksaan," kata Zulpan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (21/12/2021).
Sementata itu pengacara PT TAC, Andreas, menjelaskan awal mula pelaporan. Saat itu pelaku Agusrin M Najamudin hendak menawarkan kerja sama bisnis dengan pihak pelapor pada 2019.
"AG (Agusrin M Najamudin) itu mengaku punya HPH (hak pengelolaan hutan) di Bengkulu. Nah, rencananya dia mau membeli beberapa aset berupa pabrik dan alat berat dari PT TAC," jelas Andreas.
Dalam rencana kerja sama itu, Agusrin sepakat membayar sejumlah uang kepada pihak pelapor hingga mencapai Rp33 miliar. Pembayaran uang itu dijalankan melalui bentuk saham.
"Akhirnya disepakati perjanjian tersebut sebesar Rp33 miliar, di mana Rp33 miliar itu dipecah jadi dua. Sebenarnya Rp32,5 miliar dan Rp525 juta itu berupa saham. Artinya, dia membentuk sebuah PT CKI. Dengan komposisi dari pihak TAC 52,5% dan PT API sebesar 47,5%. Transaksi itu terjadi," terang Andreas.
KEYWORD :cek kosong fitnah Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin Polda Metro Jaya