
Kantong darah (foto: Common Seas)
Jakarta, Jurnas.com - Sebuah studi tinjauan sejawat yang dipublikasikan Environment International menyatakan, 77 persen orang yang darahnya diuji pada studi ilmiah ini diketahui mengandung partikel plastik.
Studi ini dilaksanakan berdasarkan instruksi Common Seas dan dipimpin oleh ilmuwan dari Vrije Universiteit, Amsterdam.
Temuan ini baru terungkap, karena studi ini diklaim sebagai yang pertama di dunia, yakni dengan menguji darah manusia untuk mengetahui kandungan partikel plastik di dalamnya.
Dikatakan bahwa polietilena tereftalat (PET) adalah jenis plastik yang paling banyak ditemukan pada aliran darah manusia. Plastik PET paling sering digunakan untuk memproduksi botol minuman, kemasan makanan, dan pakaian.
Studi ini mengamati darah dari 22 orang yang diuji untuk mengetahui kandungan lima jenis plastik – polimetil metakrilat (PMMA), polipropilena (PP), polistirena (PS), polietilena (PE), dan polietilena tereftalat (PET).
Diketahui bahwa 17 dari 22 donor yang diamati mengandung sejumlah besar partikel plastik dalam darahnya.
Para pegiat yakin bahwa temuan baru ini menimbulkan kekhawatiran serius atas dampak plastik terhadap kesehatan.
Para ilmuwan dikatakan telah membuktikan bahwa partikel plastik dapat diangkut ke organ lainnya melalui aliran darah dan dapat menyebabkan respons peradangan.
Partikel plastik dapat masuk ke dalam tubuh dengan:
1. Memakan hewan dan tumbuhan yang telah menyerap plastik ke dalam tubuh mereka.
2. Menelan partikel plastik yang telah ditumpahkan dari kemasan makanan dan minuman.
3. Menghirup partikel plastik yang berasal dari abrasi hal-hal seperti ban mobil, kemasan dan serat sintetis dalam pakaian.
Di Indonesia, polusi plastik sangat tinggi dengan sampah plastik berada di sungai, di laut, di darat dan di daerah pertanian.
Hal ini meningkatkan kemungkinan konsumsi oleh hewan ternak dan ikan yang kemudian ditransfer ke rantai makanan ke manusia.
Selain itu, di Indonesia, plastik sering bersentuhan dengan makanan misalnya, sayuran, buah-buahan, air, minuman ringan, daging, dan ikan.
Cara terbaik untuk mengurangi paparan kita sebagai manusia adalah dengan mengurangi jumlah sampah plastik, namun Indonesia memiliki masalah plastik yang luas dan berkembang karena infrastruktur pengelolaan limbah yang buruk, kurangnya alternatif plastik yang layak, dan impor limbah.
Indonesia adalah rumah bagi dua sungai paling tercemar di dunia dan lebih dari 80 persen kota di Indonesia akan kehabisan ruang TPA dalam tiga tahun ke depan.
COO Common Seas Indonesia, Celia Siura mengatakan, sampah plastik mengambil alih negara kita.
"Melalui karya kami, kami melihat secara langsung kehancuran lingkungan, sosial, dan ekonomi yang disebabkan oleh aliran plastik ke sungai Brantas. Sungguh mengejutkan mengetahui hari ini bahwa plastik juga ada dalam darah kita, mengalir melalui tubuh kita," ujar Celia.
Common Seas adalah LSM internasional yang memiliki misi untuk mengatasi polusi plastik. Dengan dukungan dari pemerintah daerah dan 40 juta komunitas PC Muslimat NU yang kuat, mereka bekerja sama untuk membantu menciptakan Sungai Brantas yang bersih, aman, dan sehat.
Dikatakan bahwa Sungai Brantas merupakan salah satu sungai paling tercemar di dunia. Common Seas mencatat, terdapat 1,5 juta sampah popok sekali pakai yang dibuang di Sungai Brantas setiap harinya.
Pada tahun 2023, Common Seas akan mencegah pembuangan 62,4 juta popok sekali pakai ke Sungai Brantas.
Mereka melatih penjahit lokal dan penyandang disabilitas untuk membuat dan menjual popok yang dapat dipakai kembali, menjangkau ribuan keluarga dengan cepat melalui jaringan yang ada, dan mengurangi jumlah sampah popok yang masuk ke sungai.
Common Seas akan mempekerjakan lebih dari seratus ibu rumah tangga yang tinggal di sepanjang sungai. Proyek ini akan menghasilkan sekitar IDR 130 miliar keuntungan ekonomi ke daerah tersebut, dan keluarga juga dapat menghemat biaya dengan beralih ke popok yang dapat dipakai kembali.
KEYWORD :Common Seas partikel plastik Sungai Brantas