Marlen Sitompul | Rabu, 11/01/2017 12:27 WIB
Jakarta - Mantan Direktur Utama BUMN PT Geo Dipa Energi (Persero) Samsudin Warsa kembali menjalani sidang lanjutan kasus sengketa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Dieng-Patuha antara PT Geo Dipa dan PT Bumigas energi di Pengadilan Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Kali ini, sidang beragendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi dari terdakwa Samsudin. Heru Mardijarto selaku kuasa hukum Samsudin yang membacakan eksepsi menyebut dakwaan jaksa penuntut umum kepada kliennya tidak tepat sasaran. Sebab, dalam surat dakwaan tegas dikatakan jika perkara yang menjerat Samsudin merupakan tindakan korporasi bukan perorangan.
"Dalam hal ini, klien kami hanya melaksanakan tindakan-tindakan korporasi sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya sebagai seorang Presiden Direktur pada suatu badan hukum sesuai dengan kebijakan internal Geo Dipa. Oleh karena itu, apabila benar telah terjadi tindak pidana penipuan `QUOD NON` klien kami, secara hukum, tidak dapat dimintakan pertanggungjawabnya selaku pribadi," kata Heru saat membacakan eksepsi di PN Jaksel, Jakarta, Rabu (11/1).
Kemudian, Heru mengatakan surat dakwaan terkait tindak pidana penipuan yang dituduhkan kepada kliennya pun sudah kadaluarsa. Mengingat, kasus ini disidik setelah 12 tahun dugaan tindak pidana tersebut bergulir yakni sekitar tanggal 22 Oktober 2002 sampai dengan 5 Maret 2003.
Di mana saat itu, Bumigas diundang oleh Geo Dipa untuk mengikuti tender proyek PLTP Dieng-Patuha sampai keluarnya pengumuman Bumigas sebagai pemenang tender. Maka, penuntutan atas dugaan tindak pidana penipuan ini seharusnya dilakukan paling lambat pada tahun 2015 bukan pada tahun 2016 sebagaiman tercantum dalam Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa No. B-1374/APB/SEL/EPP.2/10/2016 tertanggal 25 Oktober 2016.
"Namun demikian, Penuntut Umum baru melimpahkan pemeriksan perkara ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 25 Oktober 2016," ujar dia.
Bukan hanya itu, Heru juga menganggap dakwaan dari penuntut umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Sehingga, kata dia, penuntutan batal demi hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP.
Heru memaparkan beberapa poin dakwaan yang dianggapnya tidak cermat, di antaranya perihal uraian waktu terjadinya tindak pidana, penggunaan istilah izin konsesi yang tidak pernah dikenal dam konteks hukum panas bumi di Indonesia serta kesalahan penulisan pada bagian tempat lahir Samsudin.
"Dengan demikian, Penuntut Umum seharusnya memperbaiki kesalahan penulisan pada bagian tempat lahir klien kami dan menyampaikannya kepada Klien kami paling lambat pada tanggal 21 Desember 2016," ucap Heru.
Sementara, Lia Alizia yang juga selalu kuasa hukum dari Samsudin menegaskan surat dakwaan tidak bisa diterima karena terdapat kesalahan prosedur dalam proses penyidikan dan penuntutan perkara. Dikatakannya, penuntut Umum dan Penyidik salah dalam menerapkan ketentuan hukum acara yang berlaku.
Kesalahan prosedur yang dimaksud antara lain, prosen penyidikan yang berlarut-larut dan tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku termasuk penyidik tidak dengan segera memberitahukan dimulainya penyidikan (SPDP) perkara ini kepada Penuntut Umum.
Kemudian, kata dia, penyitaan yang dilakukan pada saat penyidikan perkara ini tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum. Lalu, penyidik tidak membuat surat tanda penerimaan terkait dengan penyerahan Minutes of Meeting tertanggal 1 Agustus 2005 dan 19 Agustus 2005.
Terakhir, penuntut umum tidak memberikan salinan berkas perkara pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara ke Pengadilan Negeri kepada terdakwa atau pihak kuasa hukum sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 143 ayat (4) KUHAP beserta penjelasannya.
"Peristiwa-peristiwa sebagaimana diuraikan di dalam surat dakwaan bukan merupakan tindak pidana, melainkan termasuk tuang lingkup hukum perdata," tegas Lia.
Lebih jauh Lia menjelaskan kasus ini bermula dari sengketa perdata antara Geo Dipa dan Bumigas terkait pelaksanaan kontrak yang berprinsip pada suatu perjanjian hubungan keperdataan. Di mana jika ada pihak yang melanggar maka dianggap peristiwa cidera janji.
"Kami dan klien kami berpendapat bahwa sudah sepatutnya pemeriksaan perkara ini tidak dilanjutkan, sebab sesungguhnya permasalahan dalam perkara ini adalah permasalahan yang sudah jelas merupakan permasalahan dalam lingkup perdata sehingga masih terdapat cara lain untuk menyelesaikan permasalahan ini selain penggunaan hukum pidana agar tetap sejalan dengan asas ultimum remidium," pungkas Lia.
KEYWORD :
Kriminalisasi GeoDipa Direktur Geodipa Samsudin Warsa