Ilustrasi RUU Sisdiknas (Foto: Unslpash/Canva)
Jakarta, Jurnas.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) resmi mengusulkan Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ke DPR RI. Namun, sejumlah praktisi pendidikan menilai RUU tersebut masih memiliki banyak keganjilan.
Fathur Rachim dari HIPPER Indonesia mengklaim draft RUU Sisdiknas terbaru tampak jelas dibuat secara terburu-buru dan minim pelibatan publik. Bahkan, sejumlah pasal tidak sinkron dengan perundang-undangan yang ada sebelumnya.
Dia menyebutkan, pasal 16 di RUU Sisdiknas mewajibkan masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan. Menurut dia, pasal ini merupakan pasal normatif yang tidak seharusnya ada di hukum positif.
"Kalau pendidikannya ini tidak sesuai dengan koridor yang ada, tidak sesuai Pancasila, kenapa harus didukung? Ini pasal berbahaya. Mereka ingin mengunci organisasi profesi, organisasi masyarakat, untuk tidak mengkritisi, karena masyarakat wajib mendukung penyelenggaraan pendidikan," ungkap Fathur dalam konferensi pers daring RUU Sisdiknas di Jakarta pada Sabtu (28/8).
Tidak hanya itu, pasal pasal 14 ayat 1, pemerintah mewajibkan orang tua yang memiliki anak 6-15 untuk memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. Padahal, jika merujuk pada UU Otonomi Daerah, urusan pendidikan sudah diserahkan kepada kabupaten/kota dan provinsi.
"Kemudian amanat konstitusi mengatakan bahwa negara mencerdaskan kehidupan bangsa, artinya mencerdaskan kehidupan bangsa itu kewajiban negara, bukan orang tua. Bagaimana kalau orang tuanya miskin? Di sini dituntut wajib memberikan pendidikan dasar kepada anak," ujar dia.
Contoh lainnya pada pasal 88 terkait penilaian pelajar yang dilakukan oleh pendidik, pemerintah pusat, dan lembaga mandiri. Menurut Fathur, pasal ini berbahaya karena menghilangkan peran satuan pendidikan sebagai quality assurance.
"Bahkan di sini pemerintah pusat hadir. Prediksi kami, kehadiran pemerintah pusat ini hanya untuk mengamankan kebijakan asesmen nasional agar bisa terus berlanjut. Padahal, kita sudah terlalu banyak melakukan asesmen, yang tidak ada itu tindak lanjut dari asesmen tersebut," tandas Fathur.
KEYWORD :RUU Sisdiknas Sistem Pendidikan Nasional Kemdikbudristek Pasal Aneh Fathur Rachim