| Kamis, 12/01/2017 23:39 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jakarta - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Universitas Trisaksi, Yenti Garnasih mengkritik minimnya penggunaan pasal-pasal TPPU oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Padahal, langkah menerapkan TPPU untuk mengembalikan kerugian negara akibat korupsi.
Demikian disampaikan Yenti di gedung
KPK, Jakarta, Kamis (12/1/2017). Yenti bahkan mempertanyakan jika sepanjang tahun 2016,
KPK hanya menangani perkara
TPPU.
Dimana tiga kasus TPPU itu menjerat mantan anggota DPRD Jakarta, M Sanusi; Bupati Subang, Ojang Sohandi; dan mantan Panitera PN Jakpus, Rohadi.
"Kan masih kurang, seperti yang lalu-lalu kan tidak, korupsi jalan baru
TPPU," ungkap Yenti.
Padahal, lanjut Yenti, Pasal 75 UU nomor 8 tahun 2010 menyatakan, penyidik
KPK dapat menggabungkan penyidikan kasus korupsi dan pencucian uang. Terlebih upaya itu dilakukan untuk mengembalikan kerugian negara akibat korupsi.
"Saya mengacu kepada UU saja, UU Pasal 75 kalau ada korupsi dan
TPPU harus sekaligus. Padahal penegakan korupsi itu kan hanya berharap dipenjaranya seseorang tetapi bagaimana orang itu dirampas lagi uangnya, uang hasil korupsinya untuk dikembalikan ke negara atau yang berhak, mestinya seperti itu. Tanpa sesegera mungkin menerapkan
TPPU ya percuma," tandas Yenti.
KEYWORD :
KPK TPPU Yenti Garnasih Korupsi