Tentara Turki melalukan pengamanan saat terjadinya kudeta yang akhirnya digagalkan pada Juli lalu
Turki - Pihak oposisi Turki mengkhawatirkan adanya kebijakan yang membuat pemerintah menjadi otoriter, setelah parlemen setempat sepakat memungkinkan presiden tetap menjadi anggota partai dan mengeluarkan dekrit.
Dalam kesepakatan Turki, Parlemen menyetujui presiden mempertahankan hubungan dengan partai politiknya dan mempertegas kekuasaan eksekutif sebagai kepala negara. Peraturan ini didorong oleh partai penguasa, AK, didukung partai nasionalis MHP. Menurut Presiden Tayyip Erdogan, peraturan baru membuat kepala negara mempunyai kekuatan untuk mencegah koalisi pemerintah yang lemah seperti di masa lalu. Persetujuan menjadi sinyal positif untuk partai AK, meski perubahan ini mesti diloloskan melalui dua tahap pemungutan suara dan referendum. Oposisi utama pemerintahan, CHP dan HDP yang pro Kurdi, sangat menentang perubahan ini.Baca juga :
Sutradara Uyanis Ditahan Polisi Turki
Perwakilan CHP mengatakan partainya tidak akan menghindari gerakan semacam itu. "Hari ini, alih-alih mencari perubahan rezim, kami CHP memberikan dukungan sepenuhnya untuk melaksanakan pemilu dini. Kami bilang, ayo bertarung," kata Ozgur Ozel dilansir Reuters.Di bawah perubahan yang direncanakan ini, presiden bisa dipilih sebanyak dua periode maksimal, dengan masing-masing periode selama lima tahun. Rencana ini mencerminkan pemilihan umum 2019. Undang-undang berisi 18 pasal ini membutuhkan dukungan setidaknya 330 perwakilan partai dari 550 kursi yang tersedia sebelum bisa mencapai tahap referendum. Sutradara Uyanis Ditahan Polisi Turki
Baca juga :
PBB Sesalkan Pemulangan Warga Turki oleh Myanmar
PBB Sesalkan Pemulangan Warga Turki oleh Myanmar
Krisis Turki