Polusi Udara / Yogi
Jakarta - Saat ini polusi udara telah menjadi momok bagi sebagian negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, dan China. Hal ini ditandai dengan semakin tingginya angka kematian di tiap negara akibat berbagai penyakit. Diprediksi pada 2030 mendatang akan terdapat 70 ribu kematian prematur.
Penelitian terbaru dari Greenpeace International dan Universitas Harvard telah menemukan, penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik secara perlahan dapat membunuh orang dan menyebabkan "airpocalypse" atau kiamat udara.
Pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTB) misalnya disinyalir dapat menyebabkan terjadinya kabut asap, hujan asam serta dapat meracuni udara, menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, bahkan menjadi penyumbang karbondioksida terbesar bagi negara penggunanya. Ada sejumlah proyek pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara di asia tenggara dan asia timur. Jika hal itu diteruskan setidaknya akan terjadi 20 ribu kematian dini pada 2030.
Selain resiko kematian, polusi udara yang disebabkan batu bara akan memperbesar berbagai macam resiko penyakit di antaranya stroke, kanker paru-paru, penyakit pernapasan, kardiovaskular, penyakit arteri koroner, dan penyakit paru obstruktif kronik.
Jika pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTB) dihentikan, maka sekitar 50 ribu nyawa kemungkinan dapat diselamatkan pada tahun 2030. "Ketergantungan negara asia tenggara pada batu bara tentunya akan memiliki dampak yang besar serta lama terhadap kualitas udara dan kesehatan masyarakat," kata peneliti Universitas Harvard, Shannon Koplitz, seperti dilansir dari news.
Kesadaran Uji Emisi Warga Jakarta Meningkat
Lebih lanjut, ia memperkirakan bahwa puluhan ribu kematian dini dapat dihindari dengan memilih menggunakan sumber energi yang lebih bersih. Kesehatan manusia juga harus dipertimbangkan ketika membuat pilihan soal masa depan energi di Asia Tenggara.
Penelitian ini juga menemukan, jika proyek pembangkit listrik tenaga batu bara tetap berlanjut, maka emisi batubara di wilayah Asia Tenggara, khususnya Korea dan Jepang akan meningkat tiga kali lipat. Tak hanya itu, penelitian juga menyebutkan bahwa jumlah kematian prematur terbesar akan terjadi di negara Indonesia dan Vietnam.
"Negara asia menjadi perhatian khusus kami karena kurangnya perencanaan untuk memperbaharui sumber energi yang ramah lingkungan, hampir semua negara di kawasan ini menggunakan sumber energi yang menyebabkan polusi" kata juru bicara senior kampanye batu bara Greenpeace Asia Tenggara, Lauri Myllyvirta.
Para pemimpin Asia, ungkap Lauri, bisa memutuskan untuk mengganti sumber energinya dengan sumber energi yang terbarukan, seperti dengan Vietnam yang mengambil langkah awal dengan membatalkan pembangunan 17 pembangkit listrik tenaga batu bara.
Permintaan terhadap kebutuhan listrik ini sendiri sangat tinggi karena membludaknya populasi di Asia. Negara China sebelumnya merupakan pengguna PLTB, tapi setelah mengalami krisis polusi udara, Negeri Tirai Bambu ini memilih untuk menghentikannya. Namun pemberhentian itu tidak menghentikan polusi yang terjadi, karena negara sekitarnya masih menggunakan PLTB tersebut.
Diperkirakan jumlah pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTB) akan melonjak di negara Vietnam dari 38 pada tahun 2011, menjadi 133 pada tahun 2030, Indonesia dari 147 menjadi 323, dari 30 menjadi 77 di Filipina.
KEYWORD :
Polusi Udara Kabut Asap Pencemaran Udara