Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan), Fadjry Djufry menghadiri 1st Meeting of International Scientific Advisory Board for Strategy MeaDRI di Hotel Tokyo Prince, Jepang pada Selasa (25/10).
JAKARTA, Jurnas.com - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan), Fadjry Djufry menghadiri 1st Meeting of International Scientific Advisory Board for Strategy "MeaDRI" di Hotel Tokyo Prince, Jepang pada Selasa (25/10).
Pertemuan tersebut memfokuskan pada pembahasan Green Asia Project yaitu proyek akselerasi penerapan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi dan memastikan sistem pangan berkelanjutan untuk wilayah Asia.
Fadjry hadir sebagai salah satu anggota Dewan Penasihat untuk Sistem Pangan Berkelanjutan atau Scientific Advisory Board for Sustainable Food Systems oleh Japan International Research Center for Agricultural Science (JIRCAS).
"Ini suatu kebanggaan untuk dapat memberikan masukan terkait Green Asia Project. Saya menyarankan agar teknologi menghadapi perubahan iklim dapat diselaraskan dan dikombinasikan untuk dapat diterapkan di negara-negara lain," ucap Fadjry.
Pembahasan ini penting mengingat ancaman perubahan iklim yang semakin nyata yang berdampak terhadap pertanian. Di satu sisi, sektor pertanian juga menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK).
Anggota Dewan Penasihat yang terdiri atas ilmuwan, pimpinan eksekutif lembaga, dan pimpinan perguruan tinggi penelitian terkemuka dunia mendiskusikan berbagai teknologi terkait perubahan iklim.
Antara lain intermittent irrigation atau pengairan berselang, penggunaan biological nitrogen inhibitor (BNI), penggunaan biochar, pupuk organik, teknologi padi rendah emisi, padi rendah polusi tanah dan air, serta teknologi lokal dari tiap negara.
Dalam kesempatan itu, Fadjry turut mengemukakan strategi adaptasi dan mitigasi yang dilakukan Indonesia. "Indonesia mendorong inovasi adaptasi dan mitigasi sebagai co-benefitnya untuk tetap meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani," katanya.
Fadjry mencontohkan pengelolaan pakan ternak dan kotoran ternak yang baik mampu meningkatkan produktivitas serta mengurangi emisi metana. Selain itu, penggunaan pupuk yang efisien dan berimbang dapat meningkatkan produksi dan mengurangi emisi N2O.
Fadjry juga menekankan pentingnya focal point dalam pengumpulan data di tiap negara yang terlibat untuk menjamin validitas data.
"Sebagai contoh di Indonesia, Kementerian Pertanian menjadi focal point seluruh data pertanian, sehingga informasi seperti data emisi gas rumah kaca sektor pertanian harus keluar dari institusi tersebut." tegasnya.
Dari pertemuan tersebut, para anggota sepakat bahwa Green Asia Project merupakan program strategis tidak hanya untuk wilayah Asia tetapi juga untuk skala global. Anggota Dewan Penasihat juga siap berkolaborasi untuk mendorong sistem pangan berkelanjutan.
Pertemuan Dewan Penasihat JIRCAS merupakan salah satu dari rangkaian kunjungan kerja Fadjry bersama rombongan Balitbangtan di Jepang. Sebelumnya, Fadjry melakukan penandatanganan Letter of Intent to Collaborate bersama Rice Holdings Ltd pada Senin (24/10) di Tokyo, Jepang.
Penandatanganan ini merupakan komitmen awal untuk kerja sama budi daya pertanian rendah emisi dan implementasi standar instrumen kesehatan tanah di Indonesia.
Balitbangtan juga melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Joint Collaboration Program for Sustainable Development for Functional Food, Cosmetics & Toiletry and Pharmaceutical Use bersama Hirata Corporation di Fukushima, Jepang pada Minggu (23/10).
Dari kesepakatan ini, Hirata memberikan hibah sejumlah 230.000 USD kepada Balitbangtan untuk melakukan eksplorasi sumber daya genetik (SDG) potensial dan memanfaatkannya menjadi produk pangan fungsional, kosmetik, dan farmasi.
KEYWORD :Balitbangtan Kementan Fadjry Djufry Perubahan Iklim Advisory Board JIRCAS