Minggu, 22/12/2024 13:09 WIB

Ancaman Pidana pada Pasal Penghinaan di RKUHP Meningkat

Pada RKUHP yang sedang dibahas Panja RKUHP Komisi III, ancaman pidana bagi tindak pidana Penghinaan mengalami peningkatan.

Panja RKUHP Komisi III

Jakarta - Panitia Kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) Komisi III melanjutkan pembahasannya pada Senin (16/01) lalu. Pada RKUHP yang sedang dibahas tersebut, ancaman pidana bagi tindak pidana Penghinaan mengalami peningkatan.

Pada Bab XIX tentang Tindak Pidana Penghinaan, yang sedang dibahas oleh panja RKUHP, meliputi Pencemaran pada Pasal 540 (1),(2),(3), Fitnah pada Pasal 541 dan 542, Pengaduan Fitnah pada Pasal 545 dan 546, Persangkaan Palsu pada Pasal 547 serta Penistaan Terhadap Orang yang Sudah Meninggal pada Pasal 548 dan 549.

Pasal-pasal tersebut memiliki ancaman pidana yang lebih tinggi dari versi KUHP yang saat ini masih berlaku. Menurut Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP, jika di KUHP Fitnah ancaman pidananya empat tahun di RKUHP meningkat maksimal lima tahun. Sementara penghinaan ringan yang di dalam KUHP ancaman pidananya empat bulan dua minggu meningkat lagi maksimal satu tahun pidana penjara.

Peningkatan Ancaman Pidana Penghinaan dalam RKUHP

Jenis Tindak Pidana KUHP RKUHP
Menista Lisan Max. 9 Bulan/Denda max. 4.500.000 1 tahun/ Denda kategori II
Menista Tertulis Max. 1 tahun 4 bulan/ Denda max. 4.500.000 2 tahun/ Denda kategori III
Fitnah 4 tahun 1 tahun < x < 5 tahun/ Denda Kat. III < x < Kat. IV
Penghinaan Ringan 4 bulan 2 minggu/ Denda max. 4.500.000 1 tahun/ Denda kategori II
Pengaduan Fitnah 4 tahun 1 tahun < x < 5 tahun/ Denda Kat. III < x < Kat. IV
Persangkaan Palsu 4 tahun 4 tahun/ Denda kategori IV
Pencemaran Orang yang Sudah Meninggal 4 bulan 2 minggu/ Denda max. 4.500.000 1 tahun/ Denda kategori II

 

Terdapat juga frase "untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri" pada Pasal 541 ayat (2) huruf a dan Pasal 540 ayat (3). Menurut ICJR, DPR perlu mendorong perluasan penggunaan doktrin "alasan membela diri" dalam perkara penghinaan.

"Ini agar kebebasan berekspresi terkait kritik tidak dicampuradukkan dengan menghina. Selama ini ekspresi yang bersifat kritik seringkali dilaporkan ke aparat penegak hukum sebagai penghinaan," ucap Supriyadi, Direktur Eksekutif ICJR kepada jurnas.com, di Jakarta, Kamis (19/01).

ICJR menyayangkan bahwa di Indonesia hanya ada 2 alasan yang dapat digunakan untuk membela diri dalam perkara penghinaan, yaitu untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri. Alasan tersebut telah diatur dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP dan Pasal 1376 KUHPerdata. Padahal, perkembangan internasional menunjukkan, terdapat perkembangan alasan pembenar (defense) yang dapat digunakan dalam perkara-perkara penghinaan.

Berdasarkan hasil penelitian ICJR, dari perkembangan penanganan perkara penghinaan dalam persidangan, pengadilan telah memperluas alasan-alasan pembenar tersebut yaitu ; Di Muka Umum, Kepentingan Umum, Good Faith Statement, Kebenaran Pernyataan (Truth), Mere Vulgar Abuse, Priviladge and Malice (Laporan ke Penegak Hukum, Profesi dan Kode Etik serta Pemegang Hak berdasarkan Undang-Undang).

"Namun hasil sidang pembahasan rancangan KUHP sampai saat ini belum mencapai beberapa doktrin baru mengenai beberapa alasan pembenar yang dapat digunakan bagi tindak pidana penghinaan," jelas Supriyadi.[]

KEYWORD :

pidana penghinaan komisi III panja RKUHP




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :