Sabtu, 23/11/2024 13:57 WIB

Gedung MA Dijaga TNI, KPK Yakin Bukan Karena Sering Digeledah

Upaya penggeledahan di Gedung MA itu dalam rangka mencari bukti terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara

Mahkamah Agung

Jakarta, Jurnas.com - Prajurit TNI diterjunkankan untuk menjaga Gedung Mahkamah Agung (MA). Pengamanan di Gedung MA ditingkatkan setelah melakukan evaluasi agar kerja para hakim agung nyaman.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri meyakni jika peningkatan keamanan di Gedung MA tidak berkaitan dengan upaya penggeledahan oleh tim penyidik beberapa waktu lalu.

"Kami meyakini kebijakan tersebut tentu tidak ada kaitannya dengan kegiatan KPK beberapa waktu yang lalu di Gedung MA," kata Ali kepada wartawan, Rabu (9/11).

Upaya penggeledahan di Gedung MA itu dalam rangka mencari bukti terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara yang telah menjerat Hakim Agung, Sudrajad Dimyati dan kawan-kawan.

Ditegakan Ali, penggeledahan KPK di Gedung MA sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang dan hukum acara pidana yang berlaku.

"Tindakan KPK tersebut secara hukum dibenarkan sebagaimana ketentuan undang-undang maupun hukum acara pidana yang berlaku," tegas dia.

Sebelumnya, penyidik KPK telah menggeledah ruang kerja hakim agung MA, Prim Haryadi dan Sri Murwahyuni, serta ruang Sekretaris MA, Hasbi pada Selasa (1/11).

Dari penggeledahan tersebut, penyidik KPK menemukan dan mengamankan barang bukti berupa dokumen yang diduga terkait dengan perkara suap penanganan perkara di MA.

KPK juga membuka peluang untuk mengembangkan kasus dugaan suap pengurusan perkara ini. KPK akan menelisik dugaan keterlibatan hakim agung MA lainnya.

"Dugaan keterlibatan hakim agung yang lain, nah ini akan didalami di dalam proses penyidikan, saya kira gitu," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata kepada wartawan, Kamis (3/11).

Untuk diketahui, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka. Sebagai penerima suap, Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati; Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu; PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria; dan dua PNS MA, yakni Nurmanto Akmal (sebelumnya disebut Redi), serta Muhajir Habibie.

Para penerima suap dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara, berperan sebagai pemberi suap, dua orang pengacara bernama Yosep Parera dan Eko Suparno; dan dua pengurus koperasi Intidana, yakni Heryanto Tanaka, serta Ivan Dwi Kusuma Sujanto.

Para pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Hakim Agung Kamar Perdata itu disangka menerima suap terkait dengan kasasi pailit Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. Jumlah uang suap yang diserahkan secara tunai oleh Yosep dan Eko pada Desy selaku representasi Sudrajad sekitar Sin$202.000 (ekuivalen Rp2,2 miliar).

Dari jumlah itu, Desy menerima sekitar Rp250 juta, Muhajir menerima sekitar Rp850 juta, Elly Tri menerima sekitar Rp100 juta dan Sudrajad menerima sekitar Rp800 juta yang penerimaannya melalui Elly Tri.

Sudrajad disinyalir menerima suap dari banyak perkara. Hal ini sedang ditindaklanjuti oleh tim penyidik KPK.

KEYWORD :

KPK Suap Penanganan Perkara Mahkamah Agung Hakim Agung Sudrajad Dimyati




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :