Achmad Ridwan Tentowi, Sekjen Asosiasi Masyarakat Maritim, Logistik dan Transportasi atau Indonesia Maritime Logistic Transportation Watch (IMLOW).
JAKARTA, Jurnas.com - Pengamat dan pegiat kemaritiman, kepelabuhan dan logistik menyoroti adanya celah bagi pabrikan atau bengkel kontainer untuk memodifikasi ataupun membuat peti kemas/kontainer dengan bentuk maupun ukuran sesuai kepentingan pemesan/individual.
Sekjen Indonesia Maritime, Transportation & Logistic Watch (IMLOW) Achmad Ridwan Tentowi mengemukakan, celah tersebut menyusul adanya Peraturan Menteri Perhubungan No: PM 25 Tahun 2022 tentang Kelaikan Peti Kemas dan Berat Kotor Peti Kemas Terverifikasi.
"Oleh karena itu, beleid yang terbit pada Oktober 2022 itu perlu di tinjau ulang. Sebab, kami melihat ada celah bagi pabrikan/bengkel untuk memproduksi peti kemas sesuai pesanan diluar standar yang berlaku umum. Sebab pada umumnya kalau sesuai ISO kontainer internasional itu berlaku ukuran 20, 40, dan 45," ujarnya.
Dia juga heran lantaran di beleid itu disebutkan bahwa pemilik peti kemas wajib melepas Pelat Persetujuan Kelaikan (CSC Safety Aproval Plate) jika peti kemas telah dimodifikasi dan tidak memenuhi persyaratan. Namun di pasal lainnya dalam beleid itu justru menyatakan peti kemas yang dimodifikasi dapat diberikan persetujuan oleh otoritas terkait.
"Apakah persetujuan itu menyatakan peti kemas menjadi laik lagi atau bagaimana? Lalu apakah peti kemas ini yang tanpa CSC plate diberikan persetujuan jadi laik kembali," tanya Ridwan.
Untuk itu, kata dia, sejumlah pasal-pasal mengenai modifikasi dan bengkel perbaikan peti kemas di beleid itu akan menjadi multi tafsir. Dan hal ini justru pada praktiknya berpotensi membahayakan keselamatan pelayaran dan juga keselamatan dijalan raya pada saat pengangkutan peti kemas dari gudang (industri) ke pelabuhan ataupun sebaliknya.
Disisi lain, imbuhnya, Pemerintah RI saat ini sedang gencar mengampanyekan serta memberikan payung hukum untuk meniadakan angkutan over dimension dan over load (ODOL).
Eks Winger Dukung Ronaldo Kembali ke MU
Ridwan mengkhawatirkan jika praktik modifikasi dan perubahan ukuran peti kemas bertambah marak di Indonesia, otomatis akan mempengaruhi fungsi alat angkut (armada truck) dan lain-lainnya.
"Bahkan kini sudah beredar dan diperjual belikan/pemesanan peti kemas ukuran 21 feet. Jadi masalah modifikasi dan bengkel kontainer ini juga salah satu hal yang kita soroti. Kalau sekaramg sudah ada peti kemas ukuran 21 feet, lalu pertanyaannya sertifikat kelaikannya dari mana?
Umumnya peti kemas 21 feet seperti itu untuk muat pipa dan sejenisnya lantaran tidak muat jika diangkut dengan kontainer 20 feet. Kita khawatirkan, artinya nanti yang ukuran 21 feet-pun akan dilegalkan dan sekarang sudah banyak diperjualbelikan bisa diakses via internet," ungkap Ridwan yang juga aktif di Kepengurusan Dewan Pemakai Jasa Angkutan Logistik Indonesia (Depalindo).
Oleh sebab itu, IMLOW mendesak PM 25/2022 itu di tinjau ulang lantaran belum secara detail mengakomodir aturan modifikasinya (kontainer) yang dimaksud seperti apa, tetapi bisa dikeluarkan sertifikat modifikasi kontainernya.
"Sementara untuk armada angkutan peti kemas sudah ada aturannya agar tidak ODOL. Namun disatu sisi kita ingin menekan zerro ODOL tetapi disisi lain diperbolehkan modifikasi," ucap Ridwan.
IMLOW menilai, jika beleid itu tetap dipaksakan, justru berpotensi nantinya tinggi dan ukuran peti kemas berbeda-beda sesuai keinginan `kepetingan bisnis pemesan`, dan hal ini tidak sesuai dengan fasilitas jalan maupun terowongan-terowongan di jalanan di beberapa wilayah di Indonesia yang efeknya bisa membahayakan keselamatan di jalan raya.
"Peti kemas individual itu seperti pesanan pabrik-pabrik untuk angkutan barangnya sendiri, seperti komoditi semen dan sejenisnya. Tetapi menjadi rancu karena di beleid itu tidak ada kriteria batasan modifikasinya seperti apa?" tandas Ridwan.
KEYWORD :IMLOW Peti Kemas Kontainer ODOL