Spesialis kulit dan kelamin RSUD Ciawi, dr. Gina Triana S, Sp.KK (Foto: Youtube)
Jakarta, Jurnas.com - Indonesia masih menduduki peringkat ke-3 negara dengan kasus kusta terbanyak di dunia. Menurut data Kementerian Kesehatan per Januari 2022, terdapat 13.487 kasus kusta per tahun dengan penemuan kasus baru mencapai 7.146 kasus per tahun.
Tingginya jumlah kasus kusta ini tidak lepas dari stigma terhadap pasien kusta dan Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK). Stigma muncul akibat ketidaktahuan masyarakat terhadap penyakit kulit ini.
Spesialis kulit dan kelamin RSUD Ciawi, dr. Gina Triana S, Sp.KK menjelaskan kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium leprae, yang menyerang saraf tepi dan kulit.
Gejalanya berbagai macam, di antaranya bercak putih maupun bercak kemerahan yang mati rasa saat disentuh. Dalam beberapa kasus, sebelum mati rasa, biasanya saraf dan kulit yang terserang kuman kusta mengalami kesemutan dan baal.
"Kalau kerusakan sarafnya berat dapat menurunkan kekuatan otot, maka pasien sulit memegang. Kalau misalnya di kaki, berjalan jadi berbeda seperti ditarik. Karena kekuatan otot mengalami kerusakan," terang dr. Gina dalam siniar `Podcast Kesehatan Terkini: Kenali Penyakit Kusta, Jangan Jauhi Penderitanya` di kanal Youtube Official RSUD Ciawi pada Kamis (19/1) lalu.
Cara Jitu Mengatasi Tenggorokan Kering Ringan
Kerusakan berat pada saraf, lanjut dr. Gina, sering kali membuat pasien kusta tidak merasakan apa-apa ketika kulitnya mengalami luka.
"Memang (kerusakan saraf) tidak harus kusta, tapi kita harus waspada ke arah sana," ujar dia.
Untuk itu, dr. Gina menyarankan supaya kusta segera diobati. Sebab, kuman kusta bisa dimatikan. Namun, disabilitas yang muncul akibat saraf rusak, sulit disembuhkan.
Pengobatan dini kusta juga mampu mencegah penularan. Meski tergolong menular, penyakit kusta hanya bisa menular jika ada kontak erat dalam waktu lama. Tingkat penularannya pun tidak secepat Covid-19 maupu tuberkulosis (TBC). Penularan kusta bisa memakan waktu hingga lima tahun.
Dia merinci, ada dua metode penularan kusta Pertama, terjadi sentuhan kulit ke kulit yang mengalami lesi atau luka. Kedua, penularan melalui pernapasan.
"Untuk sentuhan kulit ke kulit itu harus ada lesi atau lukanya. Kalau sentuhan kulit biasa, ya tidak. Kontaknya juga harus erat, jadi kayak satu rumah beberapa tahun. Kalau cuma datang berkunjung, ketemu sebentar, tidak masalah," kata dr. Gina.
Pun jika telah terjadi penularan, kuman kusta tidak akan mudah menginfeksi tubuh. Dikatakan, harus ada kesesuaian antara bakteri dan orang yang tertular.
"Penularan tidak sebegtiu mudahnya. Yang harus diperhatikan, untuk menghindari penularan, orang-orang yang sudah terpapar harus cepat diobati. Karena orang yang sudah mengonsumsi obat2an, sudah dinyatakan tidak menular. Jadi deteksi dini, mengobati dini, ini bisa mencegah penular," tutup dia.
Dilansir dari laman NLR Indonesia, kusta kusta hanya akan menular jika terjadi kontak langsung dan berulang-ulang dalam waktu lama. Dan kusta tidak akan menular jika pasien sudah menjalani pengobatan.
"Kusta tidak dapat menular jika seseorang hanya bersentuhan sekali atau dua kali dengan pasien kusta," demikian bunyi keterangan tersebut.
Adapun pengobatan MDT (multi-drug-therapy) disediakan oleh pemerintah secara gratis dan tersedia di seluruh puskesmas, dengan durasi pengobatan enam hingga 12 bulan. OYPMK yang telah meminum dosis pertama MDT tidak lagi memiliki daya tular.
Diketahui, NLR Indonesia merupakan organisasi nirlaba di bidang penanggulangan kusta dan konsekuensinya, termasuk mendorong pemenuhan hak anak dan kaum muda penyandang disabilitas akibat kusta dan disabilitas lainnya. Saat ini NLR Indonesia telah melakukan kemitraan strategis dengan berbagai pihak di 12 provinsi.
KEYWORD :Kusta Gina Triana Penyakit Menular Gejala Penularan