Rabu, 25/12/2024 16:01 WIB

Dukungan Keluarga Resep Ampuh Sembuh dari Kusta

Dukungan Keluarga Resep Ampuh Sembuh dari Kusta

Kaharuddin memberikan pendampingan kepada OYPMK (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Rasa rendah diri kerap kali menghampiri pasien kusta yang sedang menjalani pengobatan. Hal ini juga dirasakan oleh Kaharuddin, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) asal Makassar, Sulawesi Selatan.

Kepada Jurnas.com saat dihubungi pada Kamis (26/1) kemarin, Kaharuddin menceritakan bahwa dia didiagnosis kusta pada 2008 silam. Saat itu, dia baru saja lulus dari bangku SMA.

Berawal dari bercak putih seukuran biji kacang hijau, dalam waktu setahun bercak itu menjalar ke beberapa bagian tubuhnya, termasuk muka dan kaki. Bercak putih tersebut terasa kebas saat disentuh. Beruntung, keluarga yang menyadari perubahan pada kulit Kaharuddin, segera menyarankan pemeriksaan ke puskesmas.

"Saat itu gejalanya dilihat oleh om. Dia bilang ini gejala kusta. Saya dibawa ke mantri atau perawat yang bisa mengecek kusta, dan langsung divonis kusta," kata Kaharuddin yang kini aktif di organisasi Permata (Perhimpunan Mandiri Kusta).

Kala itu, Kaharuddin belum siap menerima kenyataan sebagai pasien kusta. Dia sempat menarik diri dari pergaulan di masyarakat karena merasa malu. Kaharuddin yang biasanya gemar berinteraksi, mulai menjadi pribadi yang tertutup.

Apalagi, ketika kulitnya yang awalnya berwarna putih, perlahan-lahan berubah menjadi coklat kehitaman. Perubahan warna terjadi sebagai efek samping obat yang sedang dikonsumsi Kaharuddin.

"Saya malu sendiri dan kaku ketika berinteraksi dengan orang lain. Teman-teman juga memperhatikan tubuh saya kecoklatan, mereka heran. Akhirnya saya menarik diri, dan tidak mau terbuka," terang pria kelahiran Makassar, 10 Februari 1989 ini.

Di tengah kondisinya saat itu, Kaharuddin masih bernasib baik. Dukungan keluarga datang kepadanya tanpa henti. Bahkan, acap kali obat MDT (multi-drug-therapy) yang dia konsumsi habis, ibunya rela menempuh jarak lima kilometer untuk mengambil obat dari puskesmas.

Dukungan ini yang dirasakan Kaharuddin sebagai salah satu faktor terbesar dalam kesembuhannya. Dia juga tidak mendapatkan perlakuan khusus, mesti keluarganya tahu kusta sebagai penyakit menular.

"Ketika ada benjolan, mereka sibuk koordinasi dengan orang yang mengenal atau mengobati saya. Karena memang keluarga memiliki sepupu dari pihak bapak yang pernah mengalami kusta," ujar dia.

Kaharuddin yang melakoni pekerjaan sebagai guru di madrasah tsanawiyah (MTs), juga tidak mendapatkan stigma dari lingkungan tempatnya bekerja. Meski memang, dia tidak pernah terbuka dengan guru lain mengenai penyakitnya.

"Saat itu tidak ada perlakuan negatif. Masih bisa mengajar, dan tidak diketahui oleh guru. Saya juga masih memiliki stigma diri, jadi belum bisa terbuka ke orang bahwa saya kusta," tutur dia.

Saat ini, Kaharuddin menyibukkan dirinya bersama organisasi Permata, untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai kusta. Harapannya, stigma kusta yang saat ini masih melekat, perlahan-lahan bisa digerus. Dia juga menjadi peer conseling (pendamping sebaya) untuk pasien kusta yang sedang menjalani pengobatan.

Banyak pengalaman menarik yang dia dapatkan dari kegiatan ini. Salah satunya sebuah keluarga yang menolak menjalani pengobatan kusta, dengan alasan malu dan belum siap dikucilkan oleh masyarakat.

Ada pula pasien kusta yang menangis haru di depannya, karena tidak percaya bahwa kusta bisa disembuhkan, setelah Kaharuddin bercerita bahwa dirinya adalah seorang OYPMK.

"Dia tidak percaya bisa seperti saya. Saya waktu itu terus memberikan support agar dia rutin minum obat. Sekarang pasien itu sudah sembuh tanpa disabilitas. Padahal waktu itu dia mendapatkan stigma diri dan stigma keluarga juga," tutup Kaharuddin.

Dilansir dari laman NLR Indonesia, kusta merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Kendati menular, kusta hanya akan menular jika terjadi kontak langsung dan berulang-ulang dalam waktu lama. Dan kusta tidak akan menular jika OYPMK sudah menjalani pengobatan.

"Kusta tidak dapat menular jika seseorang hanya bersentuhan sekali atau dua kali dengan pasien kusta," demikian bunyi keterangan tersebut.

Adapun pengobatan MDT (multi-drug-therapy) disediakan oleh pemerintah secara gratis dan tersedia di seluruh puskesmas, dengan durasi pengobatan enam hingga 12 bulan. OYPMK yang telah meminum dosis pertama MDT tidak lagi memiliki daya tular.

Diketahui, NLR Indonesia merupakan organisasi nirlaba di bidang penanggulangan kusta dan konsekuensinya, termasuk mendorong pemenuhan hak anak dan kaum muda penyandang disabilitas akibat kusta dan disabilitas lainnya. Saat ini NLR Indonesia telah melakukan kemitraan strategis dengan berbagai pihak di 12 provinsi.

KEYWORD :

Kusta OYPMK Dukungan Keluarga Stigma




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :