Sabtu, 21/12/2024 19:55 WIB

Pemerintah Dukung Penerapan Praktik Sawit Berkelanjutan

Ke depan pihaknya juga akan melakukan beberapa revisi pada regulasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Pembicara FGD Sawit Berkelanjutan, yang bertajuk Mendorong Keterlibatan Masyarakat Perdesaan Hasilkan Minyak Sawit Berkelanjutan, Jakarta, Selasa (31/1).

JAKARTA, Jurnas.com - Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kementerian Perekonomian Moch. Edy Yusuf mengatakan, untuk mencapai tata kelola kelapa sawit yang berkelanjutan, pemerintah akan terus mendorong kebijakan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB).

Menurut Eddy, kebijakan RAN-KSB telah membantu pemerintah menyusun tata kelola kelapa sawit yang lebih baik. Penerapan dari regulasi itu di antaranya dengan melakukan pelatihan kepada pelaku sawit utamanya petani dalam menerapkan budidaya sawit yang ramah lingkungan.

"Kita juga tetap melakukan evaluasi dan monitoring dan melibatkan banyak stakeholder, baik itu petani, pelaku sawit dan 20 Pemerintah Provinsi penghasil sawit dalam memenuhi regulasi tersebut," kata dia pada FGD Sawit Berkelanjutan, yang bertajuk Mendorong Keterlibatan Masyarakat Perdesaan Hasilkan Minyak Sawit BerkelanjutanJakarta, Selasa (31/1).

Lebih lanjut, Eddy mengatakan, pihaknya akan terus mendorong pemerintah daerah untuk semakin membudidayakan kelapa sawit berkelanjutan dan itu akan membantu keberlanjutan lingkungan untuk generasi yang akan datang.

"Mengenai keberlanjutan itu untuk bekal ankak cucu kita, praktik berkelanjutan itu harus terus menerus dilakukan, dan sustainability itu supaya kelapa sawit bisa terus berjaya," kata dia.

Ke depan pihaknya juga akan melakukan beberapa revisi pada regulasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dimana pada beleid tersebut akan dimasukan sektor hilir dan diperkuat dengan upaya kerja sama antara kementerian dan lembaga, termasuk menerapkan prinsip transparansi.

"Saat ini pemerintah telah sadar bahwa jangan sampai kelapa sawit akan bernasib sama dengan komoditas rempah-rempah," tandas Eddy.

Sementar itu, Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal mengatakan, pihaknya mendukung penerapan praktik sawit berkelanjutan.

Sebab itu, BPDPKS telah melakukan penyaluran dana untuk beberapa sektor di antaranya, untuk penerapan program peremajaan sawit rakyat (PSR) guna meningkatkan produktivitas kebun kelapa sawit yang dikelola masyarakat.

Kata Mauli, saat ini produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat baru mencapai 2 sampai 3 ton CPO/ha/tahun, sementara pengelolaan kebun sawit swasta besar telah mampu menghasilkan produktivitas sekitar 5 sampai 6 ton CPO/ha/tahun.

Menurut dia, terjadi kesenjangan produktivitas itu bisa dilakukan dengan menerapkan PSR, yakni mengganti bahan tanaman dengan bibit sawit unggul dengan produktivitas tinggi. "Apalagi lahan sawit masyarakat mencapai 41 persen dari total lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia," kata dia.

Lebih lanjut, Mauli mengatakan, PSR menjadi sangat penting lantaran selain mengatasi masalah tingkat produktivitas di kebun sawit rakyat, juga menjadi upaya dalam meningkatkan pendapatan ekonomi petani.

"Solusi yang ditawarkan BPDPKS melalui pemberian dana pendampingan untuk peremajaan dengan memanfaatkan pungutan dari ekspor sawit,” kata dia.

Secara prinsip, kata Mauli, dalam penerapan PSR petani didorong untuk mengikuti program ini harus memperhatikan aspek legalitas lahan. Mereka yang tidak, akan menerima bantuan hak, lantas mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan, yang meliputi, lahan, konservasi, lingkungan dan kelembagaan. Serta, untuk memastikan prinsip keberlanjutan, peserta program ini diharuskan mendapatkan sertifikasi ISPO pada panen pertama.

"Lantas, standar produktivitas untuk program replanting 10 ton TBS/ha/tahun dengan Kerapatan Tanaman < 80 pohon/ha,” tandas Mauli.

Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tofan Mahdi, dengan komposisi pengelolaan petani yang mencapai 41 persen dari total lahan kebun sawit di Indonesia petani tidak bisa lagi diabaikan begitu saja perannya dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit ke depan.

Kata Tofan, kendati saat ini masih ada beberapa tantangan yang masih dihadapi semisal tantangan regulasi, lantaran tidak semua petani bisa memenuhi regulasi yang telah ditetapkan kendati perbaikan pengelolaan kebun bisa saja dilakukan secara terus menerus.

Lebih lanjut ungkap Tofan, tantangan lainnya menyangkut praktik berkelanjutan, dimana petani mesti didorong untuk bisa menerapkan pengelolaan budidaya kelapa sawit ramah lingkungan. Di Indonesia dorongan praktik berkelanjutan itu masuk dalam penerapan ISPO.

Regulasi ISPO sudah menjadi regulasi yang tepat dalam upaya membangun kebun sawit rakyat ramah lingkungan. Apalagi kebijakan itu akan bersifat wajib (mandatori).

"Kita tinggal menunggu mau kemana kemauan kita. Perbaikan kelembagaan petani mesti dilakukan dan kita juga perlu terus memperbaiki
tata kelola kelapa sawit berkelanjutan, kedepan industri kelapa sawit ada di tangan petani," ungkap Tofan.

Bagi Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, penerapan kebijakan praktik kelapa sawit berkelanjutan mesti serius dilakukan semua pihak, bahkan koperasi petani sawit swadaya sudah ada yang telah memiliki sertifikasi berkelanjutan baik itu ISPO maupun RSPO.

Terpenting kata dia, keseriusan seluruh stakeholder menjadi sangat penting, misalnya tatkala ada kelompok petani yang telah memperoleh sertifikasi ISPO semestinya diterima dengan baik dan hasil produksinya bisa dibeli pabrik kelapa sawit.

"Tapi masih ada pabrik membeli TBS sawit yang sudah ISPO tidak ada perbedaan dan seolah olah perusahan gak percaya sama ISPO, dan bahkan masih ada petani sawit yang telah memiliki sertifikasi ISPO tetapi menjual TBS sawitnya ke Tengkulak," tandas Darto.

KEYWORD :

Minyak Sawit Berkelanjutan BPDPKS Achmad Maulizal




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :