Tahanan KPK
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, M Syahrir sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan penetapan M Syahrir sebagai tersangka TPPU dilakukan setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup.
"Tim Penyidik kembali menemukan adanya dugaan perbuatan pidana lain yang dilakukan oleh Tersangka dimaksud yaitu pencucian uang," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (21/2).
M Syahrir sebelumnya telah dijerat sebagai tersangka kasus korupsi terkait pengurusan izin hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (AA) tahun 2021.
KPK menduga M Syahrir telah mengalihkan, membelanjakan, mengubah bentuk hingga menyembunyikan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana korupsi.
"Diduga telah terjadi pengalihan, membelanjakan, mengubah bentuk hingga menyembunyikan maupun menyamarkan asal usul harta kekayaan yang patut diduga adalah hasil korupsi," kata Ali.
Juru bicara KPK berlatar belakang jaksa itu mengatakan, penerapan pasal dugaan TPPU ini dalam rangka untuk memulihkan aset negara atau aset recovery.
"Pengumpulan alat bukti diantaranya pemeriksaan saksi-saksi saat ini sedang dilakukan," pungkas Ali.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan M Syahrir dan dua orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan dan perpanjangan HGU.
Dua tersangka lainnya sebagai pemberi, yakni pihak swasta/pemegang saham PT AA Frank Wijaya dan General Manager PT AA, Sudarso.
Syahrir diduga menerima suap sebesar Sin$120.000 (setara dengan Rp1,2 miliar) dari kesepakatan Rp3,5 miliar terkait perpanjangan HGU PT AA. Uang itu bersumber dari kas PT AA dan diserahkan Sudarso di rumah dinas Syahrir pada September 2021.
Syahrir sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Adapun kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra, di mana ia telah divonis dengan pidana 5 tahun dan 7 bulan penjara serta pidana denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru.
Andi Putra dinilai terbukti menerima suap terkait dengan pengurusan perpanjangan izin HGU PT AA. Suap diberikan oleh Sudarso yang telah divonis dengan pidana dua tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan.
KEYWORD :Korupsi Izin HGU BPN Riau KPK M Syahrir