Illustrasi - Petani Indonesia sedangan panen gabah. (Foto istimewa/Jurnas)
JAKARTA, Jurnas.com - Serikat Petani Indonesia (SPI) menyesalkan kebijakan batas atas harga pembelian gabah dan beras untuk mengendalikan laju harga gabah/beras yang dibuat oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Ketua Umum SPI, Henry Saragih menyampaikan, Bapanas tidak melibatkan organisasi petani dalam perumusan kebijakan. Kesepakatan ini menjadi tidak representatif, karena tidak ada perwakilan dari petani bahkan dari Kementerian Pertanian (Kementan) pun tidak dilibatkan.
"Sebaliknya, Bapanas justru melibatkan korporasi pangan, seperti Wilmar Padi. Keterlibatan dalam menentukan batas atas harga menjadi ruang bagi korporasi pangan skala besar untuk dapat membeli gabah dari petani dengan harga murah, lalu memprosesnya (mengolah dan mendistribusikannya) dengan standar premium dan harga yang premium atau harga tinggi," tegas dia seperti dikutip dalam keterangannya, Rabu (22/2).
Dia melanjutkan, disepakatiya harga bawah Rp 4.200 dan harga batas atas Rp 4.550 ini akan merugikan petani, karena cenderung abai terhadap fakta-fakta bahwa terjadi peningkatan biaya produksi dan modal yang ditanggung petani.
Misalnya, lanjut dia, kenaikan harga pupuk, kenaikan sewa tanah, kenaikan biaya upah pekerja (bagi petani yang tidak mengusahakan sawahnya sendiri).
Progran Bantuan Beras Sukses Turunkan Kemiskinan
"SPI sendiri sebelumnya sudah mengusulkan revisi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang terakhir direvisi pada tahun 2020, karena sudah tidak sesuai lagi dengan biaya yang ditanggung oleh petani. Hal ini menjadi penting karena saat ini tengah memasuki masa panen raya, sehingga penetapan harga yang layak menjadi sangat krusial," paparnya.
"Usulan HPP kita Rp 5.600 per kg. Yang menjadi sorotan upah tenaga kerja, sewa lahan, dan sewa peralatan. Upah tenaga kerja sekarang Rp 120.000 - 150.000 per bari, terus sewa lahan apa ada lahan yg disewakan 3 - 4 juta per hektare, terus sewa peralatan apa mau Rp 400.000 per hektare, pada umumnya Rp 1,5 juta. Terus biaya panen belum dihitung rata rata 3 juta per hektare, bahkan di lain daerah masih ada biaya angkut," katanya.
Henry melanjutkan, kebijakan ini akan memperburuk kesejahteraan petani dan juga merugikan konsumen di Indonesia. Berkaca dari gejolak harga beras yang terjadi di Indonesia selama 2022 lalu, persoalan penyerapan beras untuk cadangan pemerintah menjadi salah satu permasalahan mendasar.
Oleh karenanya, kebijakan penyerapan beras haruslah memperhatikan kesejahteraan petani dan konsumen.
"Dari sisi petani, harus ada jaminan harga yang layak sesuai dengan biaya yang ditanggung oleh petani. Sementara itu untuk pendistribusian kepada konsumen, perlu ada kontrol mengenai didistribusi beras terhadap masyarakat," tambahnya.
Sebagai informasi Bapanas bersama para pelaku usaha penggilingan padi menyepakati harga pembelian gabah dan beras jelang masa panen raya padi bulan Maret 2023.
Kesepakatan harga pembelian gabah dan beras, yang akan mulai berlaku pada 27 Februari 2023 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian, tersebut diputusakan dalam Rapat Koordinasi Persiapan Penyerapan Gabah/Beras, Jakarta, Senin, (20/2).
Dalam rapat tersebut disepakati harga pembelian atas Gabah Kering Panen (GKP) Tingkat Petani Rp 4.550 per kg, GKP Tingkat Penggilingan Rp 4.650 per kg, Gabah Kering Giling (GKG) Tingkat Penggilingan Rp 5.700 per kg, dan Beras Medium di Gudang Perum Bulog Rp 9.000 per kg.
Batas Atas Pembelian Gabah Bapanas Panen Raya Serikat Petani Indonesia Henry Saragih