Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni
Jakarta, Jurnas.com - Anggota MPR Ahmad Sahroni menyampaikan kebabasan berpendapat yang dijamin dalam UUD 1945 seyogyanya dapat menjadi sarana memantau pemerintahan berjalan dengan baik, namun tak memecah belah kerukunan dan persatuan masyarakat Indonesia.
Sahroni menyampaikan, kritikan atau masukan sebagai bentuk kebebasan pendapat saat ini tak hanya dapat disampaikan secara konvensional seperti unjuk rasa, namun juga melalui berbagai media, termasuk platform media sosial.
Namun demikian, ia mengingatkan, kebebasan berpendapat yang disampaikan melalui lisan, tulisan ataupun media massa dan media sosial sepatutnya memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.
“Kebebasan berpendapat yang dirasakan setelah berakhirnya rezim orde baru dapat menjadi pemantau terhadap baik tidaknya pemerintahan, baik dari sisi proses hukum, perbaikan infrastruktur, bidang ekonomi, dan lainnya. Kebebasan berpendapat ini diatur secara tegas oleh UUD 45 di pasal 28E ayat 3,” ucap Sahroni saat Sosialisasi Empat Pilar di kawasan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (27/4).
Wiwin, warga Sunter Agung berkomentar tidak semua orang mampu menyampaikan kritik terhadap pemerintah. Pasalnya bagi sebagian masyarakat, kritikan disampaikan dikhawatirkan akan berujung pada pemeriksaan oleh aparat penegak hukum atau dilaporkan ke pihak kepolisian.
Disisi lain, kebebasan berpendapat ini semakin rancu karena bercampur aduk dengan fakta dan hoaks, di mana narasi atau ujaran kebencian banyak muncul di sosial media untuk menyerang individu lain ataupun pemerintahan tanpa menyertai bukti-bukti penyertanya.
“Di media sosial misalnya, banyak judulnya bombastis ternyata isinya tak menyertakan bukti atau narasi sesuai judul,” kata Wiwin.
Menanggapi pernyataan tersebut, Sahroni yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI meminta masyarakat tak gentar menyampaikan kritikan atau masukan, selama bukan berdasarkan kebohongan atas data pendukung.
Sahroni menuturkan, tentunya proses hukum akan ditegakkan bila pendapat yang disampaikan kepada publik, salah satunya menggunakan platform media sosial didasarkan kebohongan.
Hal itu karena efek dari pendapat didasari kebohongan itu tak hanya merugikan profil yang dikritik, namun juga dapat berdampak pada munculnya keresahan dan perpecahan di masyarakat.
“Jangan takut menyampaikan pendapat selama kritikan disampaikan sesuai fakta dan bukan mengada-ngada sehingga menimbulkan keresahan. Pendapat disampaikan. Khususnya kritikan yang berdasarkan kebohongan atau saat ini lazim disebut hoaks dapat membuat masyarakat terpecah, yang dikhawatirkan akan berdampak pada keutuhan NKRI,” pesan Sahroni kepada 150 orang warga yang hadir dalam kegiatan tersebut.
“Tentunya bila pendapat disampaikan adalah kebohongan, maka penegak hukum akan menindaklanjuti laporan diterima. Tujuannya agak tak ada pihak dirugikan dan menjaga ketertiban di masyarakat,” timpal politisi NasDem ini.
Terlebih jelang berlangsung Pemilu 2024, Sahroni mengingatkan masyarakat untuk tak menyebar hoaks dengan tujuan tertentu. Sebaliknya masyarakat juga diminta arif dalam menerima berbagai informasi sehingga tidak mudah termakan kabar bohong.
“Gara-gara hoaks banyak korban. Ada pedagang jaket dipukuli karena dituduh pendulik anak yang disebarkan melalui platform Whatsapp secara berantai. Di Papua ada perempuan diduga mengalami gangguan kejiwaan disiram bensin dan dibakar hidup-hidup hingga meninggal dunia. Itu beberapa contoh akibat hoaks, masyarakat harus lebih bijaksana dalam menerima informasi saat ini agar tak terhasut kabar bohong,” Sahroni mengingatkan.
Sahroni lebih jauh mengemukakan pemerintah sangat serius menangani hoaks. Sebagai gambaran, sepanjang Januari hingga September tahun 2022 sebanyak 26 satuan kerja di Polri melakukan penindakan terhadap 113 kasus hoaks.
Sementara di triwulan pertama tahun 2023, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengidentifikasi sebanyak 425 isu hoaks yang beredar di website dan platform digital.
KEYWORD :Ahmad Sahroni Komisi III DPR Sosialisasi Empat Pilar Kebebasan Berpendapat Diatur UUD 45