Film dokumenter Joshua Tree. Foto: jurnas.com
JAKARTA, Jurnas.com – Kisah remaja Singapura penderita autisme, Joshua, bersama keluarganya yang berjuang untuk sembuh dituangkan dalam sebuah film dokumenter Joshua Tree.
Film dokumenter berdurasi sekitar 23 menit ini berhasil menyabet nominasi Best Dokumenter Award 2023.
Film yang penuh inspiratif hasil kerja kolaborasi antara Golden Collaboration dan Jeruk Bali itu diputar perdana di Metropole XXI, Megaria, Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2023).
Film ini dibintangi oleh Joshua dan seluruh keluarganya, termasuk pengasuh Joshua, perawat, pelatih, dan berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap penyakit autisme.
Menjelang pemutaran film, Deibby Mamahit, Ibunda Joshua, menyampaikan bahwa peran keluarga, terutama ibu, bapak dan saudara-saudaranya, sangat penting dalam perjuangan Joshua dalam melawan penyakit yang dideritanya, hingga akhirnya mampu mencapai kemajuan kesembuhan yang luar biasa.
Joshua adalah anak kedua dari empat bersaudara. Ibunya, Deibby Mamahit adalah keturunan Chinese- Indonesia dan ayah berkebangsaan Singapura.
Selain Joshua, sang kakak, Immanuel, juga di diagnosa menderita autisme, tetapi sudah dapat menjalani kehidupan normal seperti masyarakat pada umumnya, bahkan melanjutkan sekolah asrama di luar negeri. Immanuel juga berperan menjadi kameramen di film ini.
Ide pembuatan film ini dilatarbelakangi kepekaan kesadaran bahwa orang tua dan pendamping anak anak dengan autisme berat sering kali merasa putus asa saat orang yang mereka sayangi tumbuh ke masa remaja dan dewasa.
Melalui film ini, orang tua Joshua ingin menunjukkan bahwa dengan lingkungan, asupan nutrisi, aktivitas fisik dan pola pikir orang di sekitarnya yang positif dan tepat, sangat mungkin untuk membawa perubahan yang luar biasa dalam hidup seorang penderita autisme.
“Film ini membawa pesan mengenai cinta dan pengharapan bahwa individu dengan autisme bisa terus berkembang, ” kata Deibby Mamahit yang juga seorang dokter penyakit autisme ini.
Deibby mengingatkan orang tua yang memiliki anak autistik untuk tidak pernah menyerah. Nikmati kebersamaan dan keistimewaan dengan anak kita yang menderita autisme.
Keluarga bagi penderita autis ibarat pohon tempat dia perpegang dan berlindung, mencari rasa aman untuk terus menjalani hidup. Pohon itu perlu disiram dengan kasih sayang dan perhatian setiap hari.
Dalam merawat Joshua, Deibby Mamahit bekerja sama dalam sebuah wadah Golden Collaboration, suatu segi tiga kolaborasi bersama Gerd Winkler, Founder of Global Autism Solution Approach dan Rita Gendelman, Neuro Emotional Balance Practitioner yang membantu Joshua melalui metode mereka yang unik dan efektif.
George Arif, sutradara dari Tim Jeruk Bali mengaprku antusian memproduksi film dokumenter Joshua Tree ini.
“Saat dihubungi Deibby untuk membuat film dokumenter ini saya meresponsnya dengan senang hati. Film ini saya beri judul Joshua Tree,“ kata George Arif.
Menurutnya, proses produksi film Joshua Tree dikerjakan selama dua tahun dengan footage yang kebanyakan terdiri atas rekaman online meeting dan kamera telepon genggam.
George Arif mengatakan bukan proses yang mudah untuk mendokumentasikan keseharian Joshua bersama keluarga karena pasca produksi harus berenang dalam lautan rekaman online meeting yang puluhan jam serta kamera yang gelap terang bergoyang karena tidak diproduksi oleh kru yang profesional.
“Tetapi kedekatan sutradara dengan personal ibu, kakak dan pengasuh Joshua, memberikan pengaruh yang kuat serta luar biasa pada isi dan cerita film ini ketimbang kecanggihan kru,” katanya.
Saat ini film Joshua Tree dalam perjalanannya di festival film berbagai negara.
”Inilah sebuah kisah perjuangan keluarga, sebuah kemungkinan akan masa depan yang lebih baik untuk orang tua yang memiliki anak autisme dan para difabel lainnya. Semoga dapat menjadi sesuatu bagi kita dan Indonesia,” kata George Arif.
KEYWORD :Film Joshua Tree Autisme Film dokumenter