Jum'at, 27/12/2024 03:52 WIB

Pengakuan Petani Tebu dari Lampung Diduga Alami Kerugian 6 Miliar

Dua Petani Tebu asal Bandar Lampung mengaku dirugikan oleh perusahaan yang bergerak dibidang produksi gula.

Petani Tebu di Lampung bersama kuasa hukumnya. (Foto: Jurnas/Ist).

Jakarta, Jurnas.com- Dua Petani Tebu asal Bandar Lampung mengaku dirugikan oleh perusahaan yang bergerak dibidang produksi gula,  PT Pemuka Sakti Manis Indah.  Nilai kerugian yang dialami disebut mencapai Rp 6 miliar.

Kuasa hukum korban, Andris Basril mengatakan bahwa klien-kliennya yang berada di wilayah Waykanan Lampung melakukan kerjasama menanam bagi hasil  jual beli tebu dengan PT Pemuka Sakti Manis.

"Mereka melakukan dua penandatanganan perjanjian-perjanjian kerjasama kemitraan. kedua pembiayaan di mana dalam perjanjian pembiayaan tersebut prinsipal saya mereka memberikan sertifikat tiga oleh pak Winata dan dua oleh pak Andi dengan janji untuk pembiayaan tersebut dengan bunga 14% yang kita lihat itu juga sangat bertentangan dengan ketentuan bank Indonesia atau bunga penetapan," kata Andris saat ditemui di kawasan Tebet, baru-baru ini.

Kedua petani tebu Andi Kariyanto dan Winata mengungkapkan berawal dari ajakan pihak perusahaan menawarkan kemitraan tebu untuk di produksi menjadi gula. Dan ada beberapa perjanjian yang sudah mereka sepakati dengan pihak PT Pemuka Sakti Manis.

"Sistem bagi hasil pembagian hasil itu diatur dalam perjanjian yang sudah saya sepakati jadi mereka memberikan kalau anda mau bermitra dengan kami tanam tebu begini loh perjanjiannya Ada dua jenis perjanjian yang satu perjanjian kemitraan kerja pembiayaan yang kedua perjanjian jual beli dalam perjanjian pembiayaan semua sudah terangkum di sini semua mereka yang dari mulai bajak pengolahan lahan hingga peralatan," ungkap Andi.

Andi mengaku modal awal yang dikeluarkan total sebesar Rp 15juta untuk perhektar lahan, tetapi dari plafon yang perusahaan berikan belum termasuk bibit Rp 7juta per hekatar atau Rp 33jt kalau beli petani. Andi menerangkan kalau diaplikasikan di lapangan itu Rp 7juta Perhektar tidak cukup karena harga pupuk dan obat-obatan yang tinggi.

"Kita minta untuk plafon ini dinaikkan tapi mereka tidak setuju sehingga untuk mendapatkan kualitas hasil tanaman tebu yang baik maka kami menjalin kemitraan dengan pedagang pedagang pupuk di luar perusahaan  sistem nanti kalau panen saya bayar," tutur Andi.

Andi mengaku dengan cara perhitungan seperti ini yang membuatnnya dan Winata merugi. Bahkan pedagang-pedagang pupuk di luar perusahaan dan para pekerja tebu yang bekerja di lahannya pun mengejar untuk meminta hasil yang telah ia janjikan bahwa akan dibayar ketika panen tiba.

"Kita di Intimidasi kita diteror sedangkan kami untuk membayar itu tidak ada lagi dan saya datang ke perusahaan gimana nih saya dikejar kejar orang kita mau bayar ini mau bayar itu bahkan pekerja saya tebang saja sampai sekarang belum saya bayar karena memang uang yang diberikan perusahaan itu memang di bawah Cost jadi kita sudah tidak mampu bergerak sama sekali dan perusahaan sebagai mitra kita dia tidak memberikan solusi," ujar Andi.

Para petani ini ingin hak mereka kembali dengan menempuh jalur hukum dengan menggugat PT Pemuka Sakti Manis secara Perdata ke Pengadilan Negeri Blambangan Umpu Lampung dengan perkara nomor sembilan pdt nomor 23.

"Kita sudah sudah mengajukan somasi secara mediasi pada intinya meminta keterangan atas hasil tubuh yang terjadi pada tahun 2022 yang menimbulkan utang sehingga petani tidak mendapatkan apa apa," tutur Kuasa Hukum, Andri Basril.

Andri Basril mengatakan bahwa sidang perdana akan dilakukan pada tanggal 25/5/2023 di Pengadilan Negeri Blambangan Umpu, Lampung dengan agenda mediasi.

KEYWORD :

Petani Tebu Lampung Produksi Gula Jalur Hukum




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :