Sabtu, 23/11/2024 07:56 WIB

Fraksi Demokrat Tolak RUU Kesehatan, Ibas Tegaskan Titik Berat Dua Poin

DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-undang (UU) dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023.

Wakil Ketua Banggar DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas)

Jakarta, Jurnas.com - DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-undang (UU) dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023.

Meskipun demikian, pengesahan RUU Kesehatan menuai penolakan dari berbagai pihak, di antaranya beberapa organisasi profesi kesehatan di Indonesia dan Fraksi Partai Demokrat DPR RI.

“Di saat ruang paripurna terasa sepi, di luar sana nampak terlihat padat dan ramai, demonstrasi dari beberapa elemen yang poin utamanya adalah ingin menyampaikan pandangan, dan melakukan unjuk rasa terkait rencana DPR RI atau gedung parlemen ini (dalam) melakukan pengesahan terhadap Rancangan Undang-Undang Kesehatan,” kata tutur Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).

Ibas menyampaikan, selaku Ketua Fraksi Partai Demokrat, telah beberapa kali menerima audiensi dari organisasi profesi yang berhubungan dengan kesehatan, dan tentunya mendapatkan pandangan dari berbagai macam stakeholder, termasuk arahan dari Partai Demokrat belum menyetujui.

Ibas bersama Partai Demokrat ingin meminta sedikit waktu untuk DPR dan Pemerintah menyelesaikan sejumlah isu yang menurut Demokrat penting diwadahi di RUU Kesehatan tersebut. Ia menegaskan, penolakan Partai Demokrat tidak ada kaitannya dengan silang pendapat antara Pemerintah dan IDI.

“Materi penolakan Partai Demokrat terhadap RUU, sama sekali tidak terkait dengan silang pendapat antara Pemerintah dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan berbagai profesi di sektor kesehatan, itu poinnya,” terang Ibas.

Ada dua poin utama yang disarankan oleh Partai Demokrat, yaitu terkait mandatory spending alokasi anggaran bidang kesehatan dan liberalisasi dokter dan tenaga medis.

Ibas mengatakan, negara tetap hadir memiliki mandatory spending, yaitu kewajiban negara dan pemerintah sebetulnya untuk mengalokasikan sejumlah anggaran untuk sektor kesehatan.

“Bukankah kita peduli dan ingin mendukung kemajuan bidang kesehatan? Bukankah kita ingin kesehatan di negeri kita semakin baik, maju, dan berkelas?” tutur Ibas.

Ibas juga menyampaikan, Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009 di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebetulnya telah mengalokasikan mandatory spending kesehatan sebesar 5%.

“Demokrat berpandangan, anggaran pendidikan saja bisa memiliki mandatory spending sebanyak 20% ya karena kita tau, angka dari kemajuan sumber daya manusia kita itu salah satunya, ya pendidikan. Maka kalau kita bicara usulan Demokrat, minimal tetap dipertahankan 5% itu sesungguhnya menunjukkan keberpihakan negara kepada kesehatan manusia dan masyarakat Indonesia,” jelas Ibas.

Wakil Ketua Banggar ini juga menyampaikan, masyarakat Indonesia sebagai salah satu pilar utama dalam Human Development Index, yang mana kalau dipelajari lebih lanjut dan didalami, sebetulnya segaris dengan SDGs (Sustainable Development Goals) yang dulu Pemerintahan SBY juga ikut menjadi bagian dalam menyusunnya.

“Jadi clear di situ bahwa Fraksi Partai Demokrat menginginkan mandatory spending 5% untuk bidang kesehatan kita tetap berjalan bahkan kalau perlu ditingkatkan,” tegas Ibas.

Selain itu, materi terkait liberalisasi dokter dan tenaga medis asing untuk menjalankan praktik di Indonesia juga menjadi sorotan. Fraksi Partai Demokrat tentu mendukung modernisasi hospital atau rumah sakit dan peningkatan kompetensi dokter dan tenaga medis.

Ibas menginginkan adanya kemajuan tidak hanya infrastruktur kesehatan saja, tetapi juga sumber daya, para dokter, para perawat, dan para tenaga lainnya.

“Sama seperti kalau kita lihat, pergi ke rumah sakit RSPAD katakanlah, seperti itu juga, semakin hari semakin modern, semakin maju,” imbuhnya.

Akan tetapi, liberalisasi dokter dan tenaga medis asing yang sangat berlebihan menurut Ibas Fraksi Partai Demokrat tidak tepat dan tidak adil. Hal ini sama seperti saat protes dan marah rakyat ketika tenaga kerja asing terlalu melebihi kewajaran dalam satu bidang usaha skala tertentu.

“Dan ini menurut kami tidak tepat dan tidak adil. Ingat, dokter di Indonesia juga kalau mau berpraktik di luar negeri ada aturan-aturannya. Saya pikir tidak semudah dibayangkan pergi ke Singapura, Australia, Amerika, Tokyo, Eropa dan seterusnya. Ada aturan-aturan yang saya pikir ketat yang tidak semudah dibayangkan bagi dokter dan tenaga medis kita untuk bekerja di luar negeri,” ungkap Ibas.

“Tentu kalimat ini bukan justru kita menghambat modernisasi dari aspek aturan bagi hospital atau rumah sakit dan tenaga medisnya, tetapi seluruh aturan yang adil bagi dokter-dokter Indonesia sebagaimana yang juga berlaku di negara-negara lain,” sambungnya.

Dua hal itulah yang menjadi concern utama Fraksi Partai Demokrat. Secara personal, Ibas juga menyampaikan bahwa dirinya sangat senang dan berterima kasih kepada para tenaga medis dan fasilitas kesehatan di Indonesia.

“Saya secara personal EBY, Mas Ibas juga sangat senang berterima kasih dengan segala fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia. Baik saya, mungkin keluarga besar saya, kita yakin bahwa pada saatnya rumah sakit dan kesehatan kita, semakin hari semakin maju menjadi semacam world class hospital, itu mimpi kita,” harap Ibas.

“Dan kita juga mengucapkan terima kasih kepada mereka para tenaga (medis) dan dokter yang telah menjalankan tugas fungsinya dengan sangat baik, termasuk memberikan masukan, saran, perbaikan, yang tidak sedikit mau juga dilakukan perbaikan, pembenahan, dan kritik,” pungkasnya.

KEYWORD :

Fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono Tolak RUU Kesehatan RUU Kesehatan Disahkan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :