Prosesi napak tilas di makam Pangeran Sambernyawa (Foto: Ist)
Surakarta, Jurnas.com - Hawa sejuk dan cuaca cerah mendominasi kawasan Astana Mangadeg pada Senin (17/7) pagi. Tempat peristirahatan penguasa awal Mangkunegaran ini terletak di bawah kaki Gunung Lawu, Jawa Tengah.
Pagi ini halaman parkir Astana Mangadeg sedikit sibuk. Ratusan penghayat kepercayaan yang mengikuti `Festival Budaya Spiritual`, sudah memadati situs pemakaman yang berjarak 32 kilometer dari pusat Kota Surakarta itu.
Makam Raden Mas Said beserta para kerabat dekat berada di atas bukit. Untuk menuju ke lokasi makam, pengunjung harus menaiki anak tangga sedikit terjal yang dikelilingi oleh pepohonan rimbun di masing-masing sisinya. Tapi, meski medan membuat napas sedikit ngos-ngosan, hawa sejuk bisa menjadi penawarnya.
Raden Mas Said atas Raja Mangkunegaran I dikenal sebagai penguasa dengan kesaktian luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan kehebatannya ketika melawan penjajah Belanda, hingga harus ditundukkan melalui Perjanjian Salatiga. Kesaktian ini pula yang membuatnya mendapatkan julukan Pangeran Sambernyawa.
Julukan Sambernyawa juga diidentikkan dengan gaya berperang Raden Mas Said, yang mengandalkan strategi perang gerilya. Pasukan Pangeran Sambernyawa yang dianggap militan, kerap menghabisi musuh secara diam-diam di medan tempur.
Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), Sjamsul Hadi menjelaskan, napak tilas ini menjadi pengingat kegigihan Pangeran Sambernyawa saat melawan penjajah Belanda. Raden Mas Said juga sekaligus pelestari dan mengangkat budaya spiritual yang ada.
"Kegiatan rutinitas yang beliau lakukan sehingga diteruskan masyarakat dengan melakukan laku spiritual yang ada di masyarakat," beber Sjamsul dalam kegiatan yang digelar Direktorat KMA Kemdikbudristek tersebut.
Sjamsul juga menekankan bahwa kegiatan Festival Budaya Spiritual bukan diartikan sebagai kegiatan festivalnya ataupun selebrasi, namun hendak mengangkat nilai luhur dari penghayat kepercayaan.
"Misalnya berkaitan dengan Manunggaling Kawula Gusti, mendekatkan diri pada Sang Pencipta, kemudian Memayu Hayuning Bawono itu berkaitan dengan ikut serta menjaga alam dan lingkungan. Karena, alam dan lingkungan merupakan bagian dari rangkaian kehidupan," urai Sjamsul.
Festival Budaya Spiritual, lanjut Sjamsul juga menjadi media untuk menyampaikan serta menguatkan pesan dalam membangun kesadaran dan kepercayaan diri dari para penghayat bahwa penghayat tidak didiskriminasi, karena pemerintah sudah dan terus berupaya melakukan pelayanan.
Napak Tilas Spiritual diikuti oleh sekitar 100 peserta dari beragam paguyuban penghayat kepercayaan yang tersebar di Provinsi Jawa Tengah. Mengikuti aturan yang ditetapkan, peserta pria mengenakan busana batik/nusantara, sedangkan peserta wanita mengenakan busana berwana hitam dan memakai jarik/tapih.
Di tengah rombongan peserta Napak Tilas Spiritual juga hadir Dylan Renca, mahasiswa S3 jurusan Antropologi dari Universitas Boston, Amerika Serikat. Dylan mengikuti rangkaian ziarah dengan antusias.
"Saat ini saya sedang melakukan kegiatan penelitian tentang mendalami kebinekaan agama, bangsa dan rekognisi komunitas penghayat kepercayaan di Indonesia terkhusus di Kabupaten Cilacap. Saya merasa bahagia dapat hadir di acara Festival Budaya Spiritual serta melakukan interaksi secara langsung dengan Ibu dan Bapak penghayat kepercayaan di Indonesia," kata Dylan.
Dylan yang cukup fasih berbicara dalam bahasa Indonesia mengenakan busana batik dan blangkon, mengikuti proses ziarah dan Festival Budaya Spiritual lewat dukungan dari Dewan Musyawarah Daerah Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia Kabupaten Cilacap.
"Indonesia dan berbagai negara di dunia mengalami tantangan universal yaitu mengenai multi kulturalisme. Penelitian yang saya lakukan hendak melihat setelah adanya pengakuan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada penghayat kepercayaan apakah ada perjuangan lanjutan yang dilakukan, khususnya perjuangan di ranah pendidikan dan isu regenerasi," tutup Dylan.
KEYWORD :Napak Tilas Pangeran Sambernyawa Raja Mangkunegaran