Plang di Situ Cihuni. (Istimewa)
Jakarta, Jurnas.com - PT Cihuni Mas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua atas putusan PK Nomor 1284 PK/Pdt/2022 yang dimohonkan oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dirjen SDA Kementerian PUPR) RI terkait sengketa tanah di Situ Cihuni Tangerang seluas 32,34 hektar.
Pengajuan PK ini karena adanya putusan yang bertentangan dan adanya alat bukti baru (Novum) atau keadaan baru yang belum pernah menjadi alat bukti dalam persidangan sebelumnya.
"Dapat kami sampaikan bahwa terhadap putusan PK Nomor 1284 PK/Pdt/2022, kami telah mengajukan PK Kedua yang telah diterima permohonan dan memori PK-nya pada PN Tangerang tertanggal 27 Juni 2023," ujar Kuasa Hukum PT Cihuni Mas, Ali Oksy Murbiantoro kepada wartawan, Jumat (21/7/2023).
Ali menegaskan pihaknya keberatan dengan langkah Kementerian PUPR yang memasang plang di Situ Cihuni, lokasi yang masih menjadi sengketa. Apalagi, kata Ali, pihaknya memiliki novum yang bisa meyakinkan hakim PK bahwa PT Cihuni Mas merupakan pemilik sah tanah di Situ Cihuni seluas 32,34 hektar.
"Ada lima Novum yang kami sampaikan untuk meyakinkan hakim PK bahwa PT Cihuni Mas merupakan pemilik sah tanah di Situ Cihuni seluas 32,34 hektar," tandas Ali.
Ali membenarkan sengketa tanah Situ Cihuni Tangerang ini sudah lama berjalan. Namun, kata dia, PT Cihuni Mas selalu menang di 2 pengadilan sebelumnya, yakni Pengadilan Negeri Tangerang tertanggal 27 November 2018 dan Pengadilan Tinggi Banten tertanggal 12 Juli 2019.
Pengadilan Negeri Tangerang, kata Ali sudah memutuskan dengan tegas beberapa hal, yakni pertama, Dirjen SDA Kementerian PUPR dan Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang yang turut menjadi tergugat, terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Kedua, hakim PN Tangerang menyatakan PT Cihuni Mas merupakan pemilik sah atas sebidang tanah yang terletak di Desa
Cihuni, Kecamatan Pagedangan Legok, Kabupaten Tangerang atau dikenal dengan Situ Cihuni seluas 32,34 hektar.
Adapun batas-batas tanah tersebut adalah sebelah utara adalah Jalan Desa; sebelah Timur adalah Komp. Perumahan Gading serpong; sebelah Selatan adalah Komp. Perumahan Gading Serpong; dan sebelah Barat adalah Komp. Perumahan Gading Serpong.
Ketiga, hakim juga menyatakan bahwa PT Cihuni Mas merupakan pihak yang berwenang untuk mengajukan permohonan peningkatan status hak atas lahan tanah di Situ Cihuni. Keempat, bukan merupakan tanah milik dan/atau menjadi hak kewenangan Dirjen SDA Kementerian PUPR untuk memanfaatkannya dan mengelola tanah tersebut. Kelima, hakim memerintahkan Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang untuk melanjutkan proses permohonan peningkatan status hak atas tanah yang diajukan PT Cihuni Mas.
"Di Pengadilan Tinggi Banten, PT Cihuni Mas juga menang karena putusan hakim Pengadilan Tinggi Banten menguatkan putusan PN Tangerang yang menyatakan PT Cihuni Mas merupakan pemilik sah atas lahan di Situ Cihuni. Hanya saja PT Cihuni Mas kalah di pengadilan PK yang diajukan Dirjen SDA Kementerian PUPR. Putusan PK membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Banten," jelas Ali.
Ali pun menyoroti putusan PK Nomor 1284 PK/Pdt/2022 yang diajukan Dirjen SDA Kementerian PUPR. Menurut dia, putusan PK tersebut tidak menetapkan siapa pemilik lahannya dan Dirjen SDA Kementerian PUPR ditetapkan hanya selaku pengelola.
"Karena bukan sebagai pemilik maka Dirjen SDA tidak memiliki kewenangan untuk melarang pihak lain yang memiliki alas hak in casu PT CIhuni Mas (telah melakukan pembebasan/ GANTI RUGI lahan kepada Para Penggarap ) untuk memanfaatkan lahan tersebut sebagaimana Pasal 580 KUHPerdata tentang milik jo UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum terkait hak milik," jelas dia.
Apalagi, kata dia, putusan PK 1284 adalah merupakan sengketa keperdataan untuk menentukan suatu kepemilikan. Namun, tutur dia, faktanya dalam putusan tersebut sama sekali tidak menetapkan pemilik lahan tersebut.
"Di samping itu dalam putusan (PK) ini juga tidak menyebutkan objek yang jelas yang dimaksud dengan pengelolaan dan sama sekali tidak menyebutkan dan menetapkan batas-batasnya, sementara fakta di lapangan lahan yang digenangi air berupa situ adalah hanya sebagian dari yang menjadi objek sengketa yakni kurang lebih 7 hektar bersesuaian dengan Surat Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Provinsi Jawa Barat
No.611.1/1298/HK tertanggal 15 Agustus 1997 Diktum Angka 2. Sehingga hal ini jelas menimbulkan ketidakpastian," ungkap Ali.
Sementara kuasa hukum lain dari PT Cihuni Mas, Satyo Andhiko mengatakan tanah yang menjadi obyek sengketa merupakan bekas tanah garapan, di mana PUPR hingga saat ini tidak dapat menunjukkan telah melakukan kompensasi GANTI RUGI atas tanah garapan tersebut. Padahal, kata dia, kompensasi penggantian atas tanah garapan disyaratkan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
"Lagi pula secara faktual lahan yang digenangi air hanya terbatas seluas 7 hektare. Sementara luas lahan yang menjadi objek sengketa dan yang telah klien kami PT. Cihuni lakukan kompensasi penggantian Ganti Rugi kepada Penggarap (pembebasan lahan) kurang lebih seluas 32,34 hektare," terang Satyo.
Lebih lanjut, Satyo mengatakan obyek sengketa saat ini masih dalam hak pengelolaan PT Cihuni Mas berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 556.31/1424 Perek. Tanggal 15 Mei 1997. Obyek sengketa tersebut berupa genangan air bekas galian pasir seluas 7 hektar dan sekelilingnya berupa sawah yang dikelola atau digarap masyarakat setempat dan telah mendapatkan ganti rugi dari PT Cihuni Mas.
"Kami juga keberatan dengan langkah Dirjen SDA Kementerian PUPR yang menggunakan oknum TNI dalam eksekusi obyek sengketa yang masih dikuasai oleh PT Cihuni Mas. Ini masih sengketa dan TNI tidak boleh terlibat karena menyalahi ketentuan perundang-undangan," pungkas Satyo.
KEYWORD :Sengketa Tanah Situ Cihuni Cihuni Mas Mahkamah Agung