Menko Kemaritiman, Luhut B. Panjaitan
Jakarta - PT Freeport Indonesia semakin menekan pemerintah dengan ancaman mengajukan arbitrase sekaligus akan merumahkan sejumlah pegawai. Hal ini dilakukan oleh perusahaan multinasional itu akibat tidak bisa melanjutkan aktivitas ekspor konsentrat tembaga.
Menurut Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, bahwa apa yang telah dilakukan Freeport justru tidak etis dengan merumahkan karyawan dan menjadikannya sebagai alat negosiasi. Tentu saja, kata Luhut, Freeport akan memiliki beban moral seabgai pengguna tenaga kerja, sebab kelangsungan hidup pegawai pasca dirumahkan adalah tanggungawab perusahaan.
"Tidak ada perusahaan multinasional seperti Freeport me-lay off pegawaiya untuk menekan pemerintah. Di seluruh dunia, pegawai itu tanggung jawab perusahaan. Tidak ada ancaman bagi saya," jelas Luhut di gedung Kementerian Koordinatr Bidang Kemaritiman, Jakarta, pada Selasa (21/2).
Luhut Panjaitan sebelum Airlangga Mundur Ketum Golkar: Kita Harus Kompak, Jangan Mau Diintimidasi
Sementara persoalan sengketa perdata yang akan dibawa Freeport ke arbitrase, menurut Luhur, seharusnya Freeport paham bahwa peraturan dan Undang-undang yang dibuat pemerintah kedudukannya jauh lebih kuat ketimbang Kontrak Karya (KK) yang dimiliki perusahaan.
"Freeport harusnya sadar ini adalah B to B (business to business) jadi tidak ada urusan ke negara. Freeport sudah hampir 50 tahun di sini. Tentu mereka juga harus menghormati undang-undang kita," tegas Luhut.
Freeport juga harusnya tahu diri, lanjut Luhut, bahwa Freeport seabgai perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia telah beberapa kali mengelak dari kewajibannya. Mislanya saja soal pembangunan smelter, perusahaan yang sahamnya banyak dimiliki pajabat AS itu tidak membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral.
"Sekarang pemerintah (Indonesia) tidak mau mundur. Tidak lah, masa iya kita diatur," kata Luhut.[]
Afrika Bakal jadi Pasar Baterai EV Indonesia
luhut panjaitan freeport indonesia arbitrase