Sabtu, 23/11/2024 18:17 WIB

Kasus Korupsi Cukai Rokok, KPK Tahan Kepala BP Bintan

Perbuatan tersangka Den Yealta diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp296,2 miliar.

Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur (kiri) memberikan keterangan dalam konferensi pers. (Foto: Gery/Jurnas).

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (-decoration:none;color:red;font-weight:bold">KPK) menahan satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas wilayah kota Tanjungpinang tahun 2016 sampai dengan 2019.

Tersangka dimaksud ialah Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang (BP KPBPB), Den Yealta.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka DY (Den Yealta) swlama 20 hari pertama," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi -decoration:none;color:red;font-weight:bold">KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Kantornya, Jumat (11/8).

Penahanan Den terhitung sejak hari ini sampai dengan 30 Agustus 2023. Dia ditahan di rumah tahanan (rutan) -decoration:none;color:red;font-weight:bold">KPK pada Gedung Merah Putih.

Asep mengatakan kasus ini bermula saat Den diangkat menjadi Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang pada Agustus 2013.

Sekitar Desember 2015, Ditjen Bea dan Cukai mengirimkan surat resmi perihal evaluasi penetapan barang kena cukai (BKC) ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.

Surat itu berisi antara lain, teguran kepada Badan Pengusahaan (BP) Bintan terkait jumlah kuota rokok yang diterbitkan BP Bintan dan BP Tanjungpinang pada tahun 2015.

Di mana, kuota rokok dimaksud melebihi dari yang seharusnya, yaitu 51, 9 juta batang. Sedangkan besaran kuota rokok yang diterbitkan sebesar 359, 4 juta batang, dengan kalkulasi selisih sebesar 693 %.

"Selama DY menjabat, realisasi jumlah kuota hasil tembakau (rokok) telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya dengan ditandatanganinya 75 SK kuota," jelas Asep.

Dengan kebijakan Den Yealta itu, telah menguntungkan berbagai perusahaan pabrik dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok.

Asep menyebut, Den Yealta sama sekali tidak melakukan perhitunhan dan penentuan kuota rokok di wilayah Kota Tanjungpinang, sebagai mana junlah kebutuhan wajar.

"Akan tetapi secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi diantaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang," jelas Asep.

Selain itu, Asep menjelaskan, tersangka Den Yealta tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok. Hal itu mengakibatkan hasil oerhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kemudian, adanya jatah titipan kuota rokok disertai penetapan kuota rokok untuk beberapa perusahaan pabrik rokok lebih
dari satu kali dalam satu tahun anggaran.

"Atas tindakannya tersebut, DY menerima uang dari beberapa perusahaan rokok dengan besaran sejumlah sekitar Rp4,4 miliar dan tim penyidik masih akan terus mendalami penerimaan uang-uang lainnya," jelas Asep.

Adapun perbuatan tersangka Den Yealta diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp296,2 miliar.

Tersangka dimaksud disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KEYWORD :

KPK Korupsi Cukai Rokok Kepala BP KPBPB Bintan -




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :