Minggu, 23/06/2024 09:45 WIB

3 Strategi agar Kampus Mampu Jawab Tantangan Disrupsi

Kampus digempur oleh perkembangan teknologi yang sangat cepat, dan tak sedikit lulusan sarjana yang kesulitan memperoleh pekerjaan.

Ilustrasi mahasiswa baru (Foto: Doknet)

Jakarta, Jurnas.com - Dunia perguruan tinggi kini sedang menghadapi era disrupsi. Kampus digempur oleh perkembangan teknologi yang sangat cepat, dan tak sedikit lulusan sarjana yang kesulitan memperoleh pekerjaan.

Menghadapi fenomena tersebut, pakar pendidikan sekaligus pendiri Rumah Perubahan, Prof. Rhenald Kasali, menilai kampus idealnya melakukan perubahan sesegera mungkin.

Utamanya ketika kampus ada dalam posisi mapan, punya uang, dan belum menghadapi puncak dari tantangan disrupsi. Karena untuk melakukan perubahan, membutuhkan uang dan tenaga yang tidak ringan.

"Sayangnya, pada saat kita (perguruan tinggi) punya banyak resources (sumber daya), banyak yang tidak punya keinginan melakukan perubahan. Tapi saat anda tidak punya resources, semua orang bilang saatnya berubah, padahal sudah tidak ada energi. Inilah contoh kampus yang tidak lama lagi akan terdisrupsi, mana mau mahasiswa mendaftar," kata Rhenald Kasali dalam Executive Forum SEVIMA pada Kamis (31/08) kemarin.

Adapun tiga strategi yang harus segera dilakukan kampus untuk menjawab tantangan disrupsi yakni:

1. Lakukan Transformasi Berbasis OBE Sesegera Mungkin

Kampus di Indonesia dalam pandangan Rhenald Kasali, kini telah mengenal baik pendekatan Outcome Based Education (OBE). Pendekatan ini menekankan bahwa ilmu dan pendidikan di kampus harus melampaui sekadar hafalan. Tetapi juga harus mampu diaplikasikan dan dipraktikkan dalam menciptakan sesuatu yang baru.

Perkenalan terhadap OBE, menurut Rhenald Kasali seharusnya bukanlah hal baru. Karena sejak tahun 1930 konsep OBE mulai diperbincangkan. Sehingga sudah menjadi sebuah keharusan bagi kampus untuk segera melakukan transformasi.

Jangan sampai orang Indonesia sudah memiliki ilmu dan kemampuan untuk melakukan perubahan, namun kekurangan rasa percaya diri, sehingga membuat para dosen lebih banyak menjadi konsumen ilmu daripada pencipta.

"Aspek yang perlu diangkat di Indonesia adalah kepercayaan diri atau `confidence`. Percaya diri, mau dan mampu berubah! Selama ini, karena kita tidak punya confidence maka kita hanya jadi pembeli dan pengikut," ucap Rhenald Kasali.

2. Lakukan Transformasi Secara Gotong Royong

Transformasi tidak bisa dilakukan seorang diri. Rhenald Kasali mengungkapkan bahwa perubahan membutuhkan dukungan semua pihak, baik dari institusi pendidikan, tenaga pendidik, mahasiswa, dunia industri, pemerintah, maupun masyarakat luas.

Karena menurutnya pendidikan bukan hanya tentang penyerapan informasi, melainkan juga tentang memberdayakan individu untuk menjadi pencipta, inovator, dan pemimpin dalam menciptakan ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan bangsa dan dunia.

Hal ini juga senada dengan paparan anggota DPR RI, Himmatul Aliyah dan Mahir Bayasut selaku Ketua PMO Kedaireka Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Menurut keduanya, supply (penawaran) dan demand (permintaan) pendidikan tinggi dan dunia usaha belum terjalin dengan maksimal.

"Oleh karenanya Kedaireka sebagai program Kementerian Pendidikan, mempertemukan dunia industri dan dunia pendidikan. Kedaireka menjadi biro jodoh, dan memberi intensif berupa matching fund (dana hibah), serta forum-forum pertemuan antara dunia industri dan dunia pendidikan. Sehingga kampus bisa bergotong royong mengerjakan penelitian dan bisnis," terang Mahir Bayasut.

3. Mutlak Harus Memanfaatkan Teknologi

Tips yang terakhir dari Executive Forum SEVIMA, menekankan betapa pentingnya pemanfaatan teknologi untuk merubah kualitas pendidikan tinggi ke arah yang lebih baik.

Sugianto Halim selaku CEO dan Founder SEVIMA, menjelaskan bahwa kehadiran sistem akademik terintegrasi "SEVIMA Platform" dapat menjadi pintu masuk bagi dunia pendidikan tinggi dalam memanfaatkan transformasi digital di dunia pendidikan.

Executive Forum SEVIMA pada kali ini juga secara langsung meluncurkan Modul OBE, untuk memfasilitasi keharusan kampus memanfaatkan teknologi secara mudah, terdigitalisasi, dan terintegrasi. Terlebih, pengguna SEVIMA Platform sudah lebih dari 950 kampus se-Indonesia dengan total 3 juta mahasiswa dan dosen di dalamnya.

"Modul OBE dalam SEVIMA Platform memberikan profil yang lebih lengkap dan mendalam, yang mencakup hard skills dan soft skills. Ini memberikan peluang bagi lulusan untuk menonjolkan keahlian khusus yang dimiliki, sehingga lebih mudah menarik perhatian perusahaan," kata dia.

KEYWORD :

Disrupsi Teknologi Perguruan Tinggi Rhenald Kasali




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :