Sabtu, 23/11/2024 22:00 WIB

Regulasi Akreditasi Jamin Keberlangsungan Studi Mahasiswa

Lahirnya Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, tidak hanya semata-mata sebagai upaya pemerintah mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul, namun juga menjamin keberlangsungan studi mahasiswa.

Mahasiswa belajar di perguruan tinggi (Foto: Ist/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Lahirnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, tidak hanya semata-mata sebagai upaya pemerintah mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul.

Lebih dari itu, regulasi anyar yang diteken Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dalam Merdeka Belajar Episode ke-26 ini juga menjadi jaminan keberlangsungan studi mahasiswa di perguruan tinggi.

Demikian disampaikan oleh Direktur Dewan Eksekutif Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Ari Purbayanto, dalam webinar `Akreditasi Perguruan Tinggi & Program Studi Pasca Diterbitkan Pemen No.53/2023` yang digelar Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda pada Senin (23/10) lalu.

Ari mengatakan, ada tiga proses akreditasi perguruan tinggi dan program studi (prodi) yang tertera dalam pasal 74, pasal 79, dan pasal 80 Permendikbudristek 53/2023, yakni reakreditasi, akreditasi perguruan tinggi dan prodi baru, serta perpanjangan akreditasi. Dengan mekanisme yang tak jauh berbeda dari peraturan sebelumnya, regulasi anyar ini menyertakan jaminan studi mahasiswa.

Sebagai contoh, untuk proses reakreditasi, perguruan tinggi akan memperoleh masa akreditasi selama delapan tahun apabila memenuhi Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) setelah sebelumnya melewati proses asesmen melalui asesor. Sebaliknya, jika tidak terakreditasi, maka perguruan tinggi tersebut akan dicabut izinnya dalam waktu enam bulan.

"Selama enam bulan, perguruan tinggi tersebut harus memindahkan mahasiswanya ke perguruan tinggi lain yang bisa menerima. Yang akan lulus harus diluluskan, yang belum sempat lulus seluruh mahasiswanya dipindahkan ke perguruan tinggi lain," terang Ari.

Adapun untuk reakreditasi prodi, apabila dianggap tidak terakreditasi, maka prodi tersebut akan dicabut pendiriannya dalam waktu enam bulan. Sedangkan jika terakreditasi, akan diberikan masa akreditasi selama lima tahun.

Adapun untuk pengajuan akreditasi perguruan tinggi dan prodi baru, akan langsung otomatis mendapatkan status terakreditasi sementara. Bagi perguruan tinggi, akreditasi sementara ini memiliki masa berlaku selama lima tahun. Bila tidak kunjung terakreditasi, maka konsekuensinya sama seperti perguruan tinggi yang tidak terakreditasi.

"Sebagai tambahan, program studi juga bisa melakukan akreditasi unggul ke Lembaga Akreditasi Mandiri," ujar Ari.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (Apperti), Mansyur Ramly, mendorong perguruan tinggi mengubah pola pikir akreditasi dari sebuah kewajiban (mandatory) menjadi kebutuhan.

Berkaca dari sistem pendidikan tinggi di luar negeri, lanjut Mansyur, akreditasi bersifat opsional bagi perguruan tinggi, guna mendapatkan insentif-insentif tertentu.

"Argumentasi pemerintah patut kita terima. Pemerintah wajib memberikan jaminan kepastian mutu terhadap masyarakat. Dengan adanya kewajiban itu, bisa dijamin perguruan tinggi yang terakreditasi itu sudah dijamin memenuhi persyaratan mutu minimal," ujar Mansyur.

Fleksibel dan Adaptif Hadapi Tantangan Zaman

Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemdikbudristek, Sri Suning Kusumawardani, dalam kesempatan yang berbeda mengungkapkan bahwa semangat Permendikbudristek 53/2023 ialah supaya perguruan tinggi lebih fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Sebab, perguruan tinggi berperan besar dalam mencetak SDM unggul guna menghadapi bonus demografi 2045 mendatang.

Oleh karena itu, regulasi teranyar hanya membagi status akreditasi perguruan tinggi menjadi dua, yakni terakreditasi dan tidak terakreditasi, lebih ringkas daripada kategorisasi status akreditasi sebelumnya. Dan untuk memastikan mutu perguruan tinggi tetap sesuai SN Dikti, pemerintah siap mencabut izin perguruan tinggi yang tidak terakreditasi.

"Terakreditasi itu artinya memenuhi standar minimal yang ada di Permendikbudristek 53/2023. Bahkan, diatur kalau prodinya tidak terakreditasi implikasinya apa supaya exit strategy-nya lebih jelas," kata Sri dalam webinar `Sosialisasi SN Dikti & Akreditasi Bagi Perguruan Tinggi di Lingkungan LLDikti Wilayah XIII` pada Jumat (13/10) lalu.

"Terakreditasi juga artinya memenuhi standar nasional, sedangkan terakreditasi unggul memenuhi standar LAM. LAM akan mebuat instrumen. Hasil instrumen pun harus persetujuan kementerian agar tidak memberatkan. Kalau sudah terakreditasi internasional, tidak perlu menjalani akreditasi nasional," imbuh dia.

Dan pasca Permendikbudristek 53/2023 ini berlaku, Sri mendorong seluruh perguruan tinggi mulai melakukan penyesuaian SN Dikti dengan tingkat mutu, keluasan substansi, serta visi dan misi dalam bentuk Standar Pendidikan Tinggi. Selanjutnya, perguruan tinggi menyesuaikan penyelenggaraan perguruan tinggi dengan peraturan baru dalam waktu paling lambat dua tahun.

"Jadi perguruan tinggi tidak usah menunggu pedoman juknis (petunjuk teknis, Red), juklak (petunjuk pelaksanaan, Red), dan sebagainya. Permendikbudristek ini sudah bisa menjadi dasar pedoman operasional di level perguruan tinggi dan prodi," tutup Sri.

KEYWORD :

Permendikbudristek 53/2023 Akreditasi Perguruan Tinggi Kemdikbudristek




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :