Sabtu, 23/11/2024 15:59 WIB

Bambang Haryo Minta Pemerintah Segera Kendalikan Harga Beras

Harusnya, saat ini Indonesia sudah menjadi negara penghasil pangan terbesar di dunia dan sebagai lumbung pangan untuk kebutuhan domestik dan internasional dan sudah seharusnya harga beras di Indonesia tidak setinggi saat ini.

Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono. Foto: dok. jurnas

JAKARTA, Jurnas.com - Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Haryo Soekartono (BHS) meminta pemerintah segera mengendalikan harga beras seiring harga jual di masyarakat sangat tinggi dan memprihatinkan, mencapai disekitaran Rp14 ribu hingga Rp15 ribu untuk beras medium dan bahkan di kisaran Rp18 ribu untuk beras premium. Padahal, Indonesia sebagai negara agrasis, harusnya hasil berasnya melimpah sebagaimana era 70-80 dan 90an.

Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini mengatakan, lembaga pangan di Indonesia seperti Bulog, Badan Pangan Nasional, dan Satgas Pangan seharusnya segera mengambil peran dan tanggung jawab menciptakan kedaulatan pangan, ketahanan pangan dan kemandirian pangan bagi negara.

“Bahkan Bulog sebagai stabilitator pangan di Indonesia terlihat lumpuh dan hanya mampu menyerap di kisaran 2% dari total produk yang ada di Indonesia sehingga mayoritas beras kita dikuasai oleh swasta yang dikhawatirkan bisa muncul adanya kartelisasi harga,” kata BHS, Selasa (26/9/2023).

Lembaga Pangan di Indonesia tersebut harus bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk melakukan pengawasan harga dan kualitas sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2014, PP No. 71 Tahun 2015 tentang 11 Komoditas pokok pangan harus dapat dikendalikan oleh Pemerintah termasuk beras didalamnya.

Apalagi, kata BHS, Indonesia merupakan negara yang mempunyai luasan tanah produktif terbesar di Asia ada sekitar 70 juta hektare, yang dimanfatkan atau diolah seluas 45 juta hektare. Dimana hanya sekitar 7 juta hektare saja sebagai lahan produktif pertanian beras.

Harusnya, saat ini Indonesia sudah menjadi negara penghasil pangan terbesar di dunia dan sebagai lumbung pangan untuk kebutuhan domestik dan internasional dan sudah seharusnya harga beras di Indonesia tidak setinggi saat ini.

"Saya baru berkunjung ke Malaysia, cek harga beras di pedalaman wilayah Penang pinggiran perbatasan Malaysia yaitu sebesar 2,6 ringgit atau sekitar 9.100 rupiah per kg untuk beras lokal produk Malaysia. Harga beras ini merupakan beras kualitas premium dan harga tersebut relatif sama diseluruh wilayah negara Malaysia, padahal Malaysia hanya mempunyai lahan produktif untuk pertanian padi sebesar 648 ribu hektar atau hanya sekitar 0,9% dari lahan produktif di Indonesia yang seluas sekitar 70 juta hektare dan penduduk Malaysia jumlahnya sekitar 33 juta jiwa atau sekitar 12% dari total penduduk di Indonesia," imbuh BHS.

Malaysia saat ini, tambah BHS, pun masih mengimpor beras dari India, Pakistan, Vietnam dan Thailand sampai dengan September 2023 dan target tahun ini impor 1,2 juta ton. Kondisi ini tidak berbeda jauh dengan Indonesia.

“Kenapa negara Malaysia bisa menjamin kecukupan beras kepada rakyatnya? dan menjamin harga beras premium sebesar 9.000 rupiah berlaku di seluruh wilayah Malaysia sedangkan Indonesia kesulitan, padahal Indonesia memiliki lahan produktif pertanian terluas di Asia, kenapa tidak bisa? Inilah yang perlu di kaji dan dianalisa secara maksimal oleh Kementerian Pertanian bersama Kementerian Perdagangan dan Lembaga - Lembaga yang bertanggung jawab terhadap pangan,” katanya.

"Sedangkan, saat saya hadir di Vietnam yang merupakan penghasil beras terbesar urutan ke-5 di dunia sebesar 27,1 juta ton setelah Indonesia sebesar 34,4 juta ton, kenapa harga beras di Vietnam jauh lebih murah dari Indonesia yaitu sebesar 11.250 Dong atau sekitar 7.000 rupiah per kg, padahal lahan pertanian di Vietnam dari 33 juta hektare lahan produktif hanya 3,8 juta hektare yang dipergunakan secara hukum untuk pertanian beras saja," imbuh BHS.

Demikian juga negara Thailand, kata Anggota Bidang Pengembangan Usaha dan Inovasi DPN HKTI ini, sebagai pengekspor beras terbesar ke-2 dunia tetap melakukan kebijakan ekspor beras dan bahkan malah meningkatkan dari 7,71 juta ton tahun lalu menjadi 8,5 juta ton tahun ini sampai dengan bulan Agustus 2023, sedangkan lahan pertanian yang dikhususkan untuk padi di Thailand hanya sebesar 50% dari total 9,2 juta hektar lahan produktif dimana lahan tersebut jauh lebih kecil dari luasan lahan pertanian yang ada di Indonesia.

Sudah seharusnya, kata Bapak Petani Sidoarjo ini, pemerintah segera melakukan kajian sekaligus analisa tata kelola pangan di Indonesia agar hasil pertanian khususnya beras bisa diproduksi maksimal di Indonesia sehingga dapat diperoleh masyarakat dengan mudah, harga murah dan kualitas yang baik.

KEYWORD :

Bambang Haryo BHS Ketahanan pangan Harga beras




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :