Minggu, 12/01/2025 02:01 WIB

Terpaksa Ajukan Gugatan, Masyarakat Sipil: PLN Tertutup Atas Data Perizinan dan Polusi PLTU

Ketika ramai isu polusi kemarin, pemerintah gencar membela PLTU. Mereka bilang bahwa kontribusi polusinya kecil dan warga yang disalahkan atas kontribusi dari transportasi.

PLTU Suralaya. Foto: bloomberg

JAKARTA, Jurnas.com – Perusahaan Listrik Negara (PLN) menolak permohonan keterbukaan data emisi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya (Cilegon) dan Ombilin (Padang), sehingga masyarakat terpaksa melakukan gugatan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat.

Kondisi tersebut dikeluhkan oleh masyarakat sipil yang tergabung dalam berbagai organisasi kemasyarakat yang peduli terhadap lingkungan hidup seperti Greenpeace, Trend Asia, Bersihkan Indonesia, PENA Masyarakat, dan LBH Padang. Sehingga mereka harus menempuh jalur lain, yakni melayangkan gugatan sengketa informasi kepada Komisi Informasi Publik (KIP). Langkah itu pun hingga kini masim menemui jalan buntu.

“Ketika ramai isu polusi kemarin, pemerintah gencar membela PLTU. Mereka bilang bahwa kontribusi polusinya kecil dan warga yang disalahkan atas kontribusi dari transportasi,” kata Novita Indri, Pengkampanye Energy and Fossil Fuel Trend Asia, Minggu (15/10/2023).

Namun, kata Novita, ketika ditantang untuk membuka informasi soal emisi PLTU, mereka malah menolak dengan alasan rahasia dagang dan kekhawatiran penolakan PLTU.

“Terlalu sering warga dikerdilkan dan dirahasiakan dari informasi penting ketika mereka yang paling merasakan dampak. Pemerintah seharusnya belajar bahwa demokrasi yang sehat tidak mungkin terjadi tanpa transparansi dan partisipasi masyarakat,” katanya.

Di tengah panasnya isu polusi dan gangguan kesehatan, transparansi data dari PLTU sebetulnya dinilai memiliki peran kunci dalam mengelola dampak pilihan energi terhadap kesehatan publik.

Sengketa ini diajukan oleh Margaretha Quina dari Bersihkan Indonesia, setelah berbagai permohonan informasi yang ia ajukan ditolak oleh PLN dan institusi-institusi pemerintah.

Margaretha meminta informasi terkait laporan pengukuran sistem pemantauan emisi (CEMS) periode 2015-2022 dan laporan pengelolaan limbah B3, khususnya limbah B409 dan B410, dari PLTU Suralaya unit 1-8 dan PLTU Ombilin pada periode 2012-2021.

Data tersebut dibutuhkan untuk memberikan pertimbangan hukum bagi jaringan pengkampanye energi, iklim dan udara bersih.

Dalam sidang ketiga, PLN bersikeras bahwa data dikecualikan karena ia merupakan rahasia dagang yang tidak berkaitan langsung dengan kebijakan publik. PLN juga menyatakan kekhawatiran bahwa data akan digunakan pihak tidak berwenang dan berkompeten untuk melakukan ancaman, seperti penggunaan misinformasi untuk memobilisasi publik untuk melarang atau mengganggu operasi PLTU.

Selain permohonan Margaretha, saat ini terdapat setidaknya tiga permintaan keterbukaan informasi oleh masyarakat terhadap berbagai institusi pemerintah, termasuk PLN, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, Kementerian LHK, dan berbagai instansi pemerintahan lain.

Permohonan ini terkait dengan informasi perizinan, pemantauan lingkungan, penegakkan sanksi, peraturan baku mutu, hingga data emisi dari beberapa PLTU batu bara di Indonesia.

Mad Haer Efendi, pada September 2020, atas nama individu mengajukan permohonan informasi kepada BKPM RI tentang perizinan usaha PLTU Suralaya unit 9 dan 10. Permintaan pemohon ditolak dengan dasar bahwa informasi yang diminta merupakan informasi yang dikecualikan.

Pemohon kemudian mendaftarkan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat pada 16 Desember 2020. Namun hingga kini, belum ada tanggapan lebih lanjut.

Kemudian LBH Padang terhadap Kementerian LHK, Kementerian ESDM, dan PLN mengenai hasil pemantauan lingkungan PLTU Ombilin dan pelaksanaan sanksi administratif PLTU Ombilin terkait dengan pencemaran udara dan kontaminasi abu batu bara.

PLTU Ombilin, Sumatera Barat, mendapatkan sanksi administratif dan dituntut untuk melakukan upaya pemulihan fungsi lingkungan hidup dari kontaminasi abu batu bara. Meski telah dibebankan sejak Agustus 2018, tidak ada informasi mendetail tentang penegakan sanksi ini.

LBH Padang telah mengajukan permohonan informasi dan audiensi terkait ketaatan PLTU Ombilin dan kontaminasi limbah FABA sejak April 2023.

Permintaan ini tidak kunjung ditanggapi, dan saat ini LBH Padang tengah mengajukan keberatan kepada Sekjen KLHK dan mengajukan dugaan pencemaran lingkungan terhadap PLTU Ombilin.

Greenpeace terhadap Kementerian LHK dan PLN mengenai peta jalan implementasi Permen LHK 15/2019 tentang baku mutu emisi (“BME 2019”) dan status perbaikan perizinan agar sesuai dengan baku mutu emisi terbaru.

Informasi ini dibutuhkan untuk mengkaji biaya dan manfaat kesehatan publik dan lingkungan hidup yang telah berhasil dicapai dengan implementasi Permen LHK No. 15 Tahun 2019 sejauh ini, yang digunakan untuk perumusan masukan publik yang bermakna terkait peta jalan penutupan PLTU Batubara.

PLN menanggapi permohonan pada 28 Juli 2023. PLN tidak memberikan peta jalan sesuai yang diminta pemohon. PLN juga menolak memberikan rincian kewajiban pengelolaan emis dan laporan pemantauan emisi PLTU, dengan alasan bahwa informasi tersebut merupakan rahasia dagang.

Pemohon telah mengajukan keberatan, namun belum ditanggapi oleh PLN.

Sedangkan KLHK menanggapi dengan janji mengolah permohonan informasi, namun hingga kini belum memberi kabar lanjutan. Jika pihak PLN dan KLHK belum memberikan respon hingga 13 Oktober 2023, Greenpeace berencana mendaftarkan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat.

Kekhawatiran pihak pemerintah bahwa keterbukaan informasi berisiko disalahgunakan dan mengganggu pengoperasian pembangkit dinilai tidak masuk akal.

“Ada banyak sekali peluang partisipasi masyarakat yang bisa terjadi dengan dibukanya data pembangkit. Masyarakat bisa membantu memastikan aturan yang ada ditegakkan. Ketentuan yang lemah di izin bisa didorong untuk diperketat. Penghitungan manfaat dan biaya dalam kebijakan energi bisa lebih akurat. LSM bisa membantu edukasi mitigasi risiko kontaminasi limbah beracun kepada masyarakat di tapak. Putusan Komisi Informasi Pusat dalam sengketa informasi saya melawan PLN akan menentukan apakah partisipasi publik kita bisa bergerak maju, atau malah mundur,” ujar Margaretha Quina.

Begitu juga dengan Bondan Andriyanu, Pengkampanye Iklim dan Energi Greenpeace yang mengatakan, "Transparansi Informasi data emisi PLTU menjadi kunci utama pengendalian pencemaran udara dan dasar agar masyarakat bisa melakukan monitoring berdasarkan atas emisi yang dikeluarkan dari PLTU Batubara sebagai salah satu sumber pencemar udara yang dominan.”

“Lebih jauhnya lagi data emisi bisa kita jadikan sebagai landasan agar segera melakukan transisi energi yang sepenuh hati mengingat dampak emisinya kepada lingkungan dan kesehatan,” ujar Bondan.

“Disaat masyarakat minta dilindungi, kenapa hari ini pemerintah tidak mau transparan?” tanya Mad Haer, Direktur Eksekutif PENA Masyarakat.

“Ketika informasi terkait dengan kesehatan publik, ia seharusnya tersedia secara berkala. Tidak harus  menunggu diminta oleh publik, apalagi melalui sengketa berlarut-larut. Kami berharap pada Komisi Informasi Pusat untuk mengeluarkan keputusan yang benar, yang memihak pada kepentingan masyarakat,” ujar Indira Suryani, Direktur LBH Padang.

KEYWORD :

PLN PLTU Suralaya Ombilin Polusi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :