Ilustrasi susu kental manis (Foto: Istimewa)
Jakarta, Jurnas.com - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) memberikan perhatian khusus terhadap konsumsi susu kental manis (SKM), yang masih kerap diberikan sebagai minuman pengganti susu untuk anak dan balita.
Kepala Bidang Kesmas Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yuni Rahayuningtyas mengatakan pentingnya perhatian terhadap edukasi bahaya konsumsi kental. Menurut Yuni, perlu materi edukasi kental manis bukan susu dalam setiap upaya penanganan stunting.
"Kalau kita lihat di lapangan terkait stunting dan kental manis memang edukasi dan materinya harus mulai diperkuat karena kita lihat di lapangan sedang marak ya (stunting dan pemberian kental manis pada balita)," kata Yuni dalam pertemuan antara Pemprov Jateng dengan Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah dan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) pada Selasa (14/11).
Yuni menjelaskan bahwa pihaknya sudah gencar melakukan optimalisasi pelayanan posyandu melalui kader-kadernya. Adapun kader posyandu bertugas untuk melakukan intervensi pemberian makanan tambahan (PMT) dan edukasi mengenai stunting di masyarakat dengan harapan angka stunting di Jawa Tengah dapat turun setidaknya tiga point pada 2024 dari angka saat ini yaitu 20,8 persen.
"Kami berharap target provinsi Jawa Tengah pada tahun 2024 tercapai atau setidaknya angka prevalensi stunting pada tahun 2024 turun sebanyak tiga poin di 2024," terang Yuni.
PP Aisyiyah dan YAICI juga berkesempatan memaparkan hasil temuan lapangan terhadap keluarga dengan anak stunting yang dilakukan di Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
Pada umumnya anak balita yang terindikasi stunting memiliki kebiasaan jajan sembarangan serta pola asuh orang tua yang tidak paham akan gizi yang baik untuk anak.
Pada beberapa kasus temuan, orang tua lebih memilih untuk membiarkan anak jajan pangan instan tinggi kandungan garam, gula, dan lemak (GGL) di warung terdekat seperti kental manis, es teh dan snack-snack murah karena anggapan `yang penting makan` dari orang tua. Akibatnya, anak memiliki perilaku makan yang buruk.
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan pihaknya juga menemukan permasalahan monitoring pada program makanan tambahan (PMT). Menurut Arif, monitoring PMT ini harus diperhatikan pemerintah.
Dia mewanti-wanti bantuan yang diberikan meski tepat sasaran tapi tidak tepat guna seperti tidak dikonsumsi oleh anak, melainkan orang tua, hingga diberikan pada tetangga atau anggota keluarga lain.
"Tugas pemerintah dan kita semua selanjutnya setelah PMT terdistribusi adalah memastikan agar PMT tersebut dikonsumsi," tegas Arif.
Lebih lanjut, Arif juga mengatakan bahwa edukasi tentang pengentasan stunting dan peruntukan kental manis juga tetap harus berjalan beriringan dengan pemberian PMT.
"Edukasi perlu terus dilakukan, kami bersama Aisyiyah juga akan terus mendukung pemerintah untuk menurunkan stunting khususnya di Jawa Tengah," tambah dia.
Ekorini Listiowati selaku Koordinator Divisi Pemberdayaan Masyarakat Majelis Kesehatan PP Aisyiyah juga menekankan bahwa sebagai organisasi perempuan terbesar di Indonesia yang juga memiliki basis di wilayah Jawa Tengah, siap ikut andil dan turut berkontribusi bersama pemerintah Jawa Tengah untuk memperkuat edukasi pengentasan stunting dan kental manis.
Serta, menggerakan kader dari wilayah, cabang hingga ranting untuk melakukan pendampingan dan monitoring pemberian PMT di wilayah Jawa Tengah agar tepat guna.
"Kami, sebagai organisasi perempuan terbesar yang ada dari tingkat pusat, wilayah, cabang hingga ranting siap membantu dan menggerakan kader-kader terbaik kami untuk memperkuat, turut andil dan berkontribusi bersama pemerintah khususnya Jawa Tengah untuk pengentasan stunting," tutup dia.
KEYWORD :Stunting Jawa Tengah Susu Kental Manis