Ratusan massa dari sejumlah aliansi menggeruduk Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. (Foto: Dok. Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Ratusan massa dari sejumlah aliansi menggeruduk Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mereka menyuarakan independensi majelis hakim PTUN dari gugatan PT. Sentosa Kurnia Bahagia (PT SKB) atas pembatalan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) oleh Menteri ATR/BPN.
"Tentu dalam aksi hari ini, kami mendukung dan menjaga independensi hakim PTUN dari adanya gugatan yang dilakukan beberapa oknum dan kemudian hal itu dilatarbelakngi penyerobotan lahan yang nantinya mengorbankan warga yang ada di Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatra Selatan," kata Koordinator Aksi, Farid Sudrajat, di Kantor PTUN Jakarta, Selasa (21/11).
Dia menegaskan, aksi massa yang tergabung dalam Front Gabungan Mahasiswa dan Masyarakat Pengawal Konstitusi, Aliansi Masyarakat Peduli Hukum, serta Koalisi Masyarakat Anti Mafia Peradilan dan Aliansi Komite Penegak Hukum mengendus adanya upaya untuk mengintervensi hakim PTUN.
Menurutnya, intervensi itu dilakukan mafia hukum agar menggolkan gugatan PT SKB, yakni membatalkan keputusan Menteri ATR/BPN Nomor : 1/Pbt/KEM-ATR/BPN/VI/2023 tentang Pembatalan Surat Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor : 83/HGU/KEM-ATR/BPN/XI/2021.
Farid mengungkapkan, indikasi keberpihakan itu terlihat dari proses persidangan perkara di mana Majelis Hakim Tata Usaha Negara Jakarta yang memeriksa perkara terkesan menyudutkan pihak Menteri ATR/BPN. Dia menduga majelis hakim melakukan konspirasi dengan membela kepentingan PT. SKB.
Tak hanya itu, Farid mengungkapkan kuat dugaan keberpihakan ini lantaran adanya intervensi Mahkamah Agung (MA) melalui peran oknum tenaga ahli berinisial Mr. T atau biasa dipanggil Tirta. Sosok ini diduga melakukan praktik mafia peradilan untuk memenangkan gugatan PT. SKB di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan Nomor Perkara 342/G/2023/PTUN.JKT dengan Tergugat Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Untuk itu, dia menekankan pihaknya akan mengawal jalannya sidang gugatan tersebut. Aliansi masyarakat tidak ingin majelis hakim membuat keputusan yang tidak netral dan tidak berdasarkan nilai-nilai keadilan.
"Kami ingin bagaimana majelis hakim PTUN Jakarta untuk tidak terintevensi atas adanya upaya dugaan oknum untuk melakukan pembatalan keputusan Menteri ATR yang membatalkan SHGU daripada perkebunan kelapa sawit yang diduga melakukan penyerobotan lahan," katanya.
Dalam aksi itu juga, massa menuntut penegak hukum, khususnya pemerintah mengawal keputusan Menteri ATR/BPN yang telah membatalkan SHGU PT. SKB. Farid mengingatkan agar negara tidak kalah dengan mafia peradilan.
"Kedua, kita meminta juga kepada baik dari penegak hukum atau pemerintah, khususnya hari ini Kementerian ATR berpihak kepada masyarakat, yang tentunya Kementerian ATR hadir sebagai negara untuk melindungi masyarakat dari oknum-oknum mafia tanah sehingga harus kita kawal dan kita lindungi agar sebuah negara tidak kalah oleh mafia peradilan," tegasnya.
Sementara itu, kuasa hukum tergugat II Intervensi (PT Gorby Putra Utama), Damianus H. Renjaan, mengatakan saksi ahli yang dihadirkan penggugat pada sidang hari ini justru menguatkan keputusan Menteri ATR/BPN yang membatalkan SHGU dari PT. SKB.
"Perkara ini sederhana aja penerbitan SHGU itu kan sudah dibatalkan karena dianggap diterbitkan di wilayah Musi Banyuasin, padahal wilayah itu harusnya masuk Muratara, nah berdasarkan apa? Berdasarkan Permendagri Nomor 76, kemudian Permendagri Nomor 76 sudah di judicial review sudah diuji, diuji oleh baik si penggugat sendiri dan Bupati Musi Banyuasin sendiri, artinya apa yang sudah diterbitkan BPN itu sudah benar," kata Damianus.
Dia juga mengajak penggugat untuk menghormati putusan judicial review atas Permendagri Nomor 76 tersebut. Dia juga meminta majelis hakim untuk memutuskan perkara gugatan dengan objektif, terpenting berdasarkan fakta-fakta yang ada.
"Penggugat harusnya tunduk dong, jangan mengingkari putusan MA. Jangan menggunakan lembaga peradilan untuk pembenaran. Buat hakim, mari kita berpikir objektif, fakta yang ada, permendagri tetap berlaku sehingga majelis hakim cukup melihat itu, karena apa yang sudah dilakukan BPN sudah benar," tegasnya.
Kasus ini bermula dari terbitnya Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) Nomor : 00146/Muba atas nama PT. Sentosa Kurnia Bahagia yang telah tumpang tindih dengan wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) PT. Gorby Putra Utama.
Selanjutya, berdasarkan Fakta Hukum Kementerian ATR/BPN mengeluarkan Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor : 1/Pbt/KEM-ATR/BPN/VI/2023 tentang Pembatalan Surat Keputusan menteri ATR/BPN Nomor : 83/HGU/KEM-ATR/BPN/XI/2021 tanggal 4 November 2021 dan Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor : 0016/MUBA Atas Nama PT. Sentosa Kurnia Bahagia berkedudukan di Palembang dengan luas 3.859,70 Ha terletak di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan karena cacat administrasi.
Artinya, lokasi PT. SKB Berada di Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin bukan di wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara. Cacat Administrasi kewilayahan inilah yang menjadi salah satu dasar Pembatalan Serifikat HGU PT. SKB.
KEYWORD :
Demonstrasi Mahkamah Agung PTUN Jakarta PT. SKB Musi Banyuasin SHGU