Rabu, 27/11/2024 03:31 WIB

Kisah Wulan Bangun Sekolah Informal Demi Wadahi Bakat Siswa

Wulan memutuskan untuk mengembangkan sekolah informal yang memfokuskan tidak hanya pada pendidikan tetapi juga keterampilan bakat.

Yekti Wulan Cahyani, Direktur sekaligus pendiri Homeschooling Primagama (HSPG) Bali atau Sekolah Rumah Primagama Bali (Foto: Ist)

Denpasar, Jurnas.com - Pendidikan formal bukan satu-satunya wadah mengembangkan kompetensi bagi peserta didik. Adakalanya anak yang memiliki kecerdasan non-akademik yang tinggi, merasa terkekang apabila hanya diarahkan untuk mengeyam pendidikan formal semata.

Hal inilah yang mendasari Yekti Wulan Cahyani, Direktur sekaligus pendiri Homeschooling Primagama (HSPG) Bali atau Sekolah Rumah Primagama Bali. Dia merasa, jika anak tidak bisa dilayani di sekolah formal maka sudah saatnya ada alternatif sekolah informal untuk memenuhi kebutuhan edukasi bagi anak.

Melalui berbagai riset, Wulan memutuskan untuk mengembangkan sekolah informal yang memfokuskan tidak hanya pada pendidikan tetapi juga keterampilan bakat.

"Saya banyak berdiskusi dengan Kak Seto, sepertinya pendidikan masa depan itu seperti ini, setiap anak itu unik dan keunikan anak itu harus tetap terjaga, tidak menggeneralisasi yang justru dapat membuat kompetensi mereka hilang," ujar Wulan saat ditemui di Kantor HSPG Bali pekan lalu.

HSPG Bali merupakan Pusat Kegiatan belajar Masyarakat (PKBM) yang keberadaannya sah, diakui, sama dan sederajat dengan sekolah formal sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 129 Tahun 2014.

Wulan menekankan pentingnya mencari potensi anak agar mereka dapat belajar dengan efektif sesuai dengan implementasi Kurikulum Merdeka yaitu pembelajaran terdiferensiasi, artinya substansi yang diajarkan sama tapi targetnya berbeda.

"Jika ada anak yang kemampuannya hanya 4, tidak mungkin kita paksa menjadi 8, di situlah kami mencari potensi dan keunikan mereka dan kami bantu kembangkan sehingga menjadi kekuatannya mereka," tambah Wulan.

Grace, siswa kelas 12, menceritakan pengalamannya mengenai dukungan pengembangan bakat yang dilakukan sekolah. Dia menuturkan, guru tidak meremehkan apa yang disukai siswa. Dia juga diizinkan menunjukan bakat alamiahnya.

"Saya memang suka berbicara di depan umum dan guru di sini menyadari hal itu dan mendukung saya. Saya disarankan ikut bermacam-macam lomba sehingga saya menyadari ini adalah bidang yang saya sukai," ungkap Grace.

Fleksibilitas waktu belajar juga menjadi latar belakang hadirnya Sekolah Rumah Primagama Bali, mengingat banyaknya siswa yang menghabiskan lebih banyak waktu dalam pengembangan bakat mereka sehingga keluwesan waktu terasa sangat membantu mereka untuk tetap mendapatkan pelajaran.

"Dengan waktu yang fleksibel, saya bisa belajar di pagi hari, baru kemudian saya mengajar surfing di siang hari. Jadi saya bisa menjalankan minat saya tanpa meninggalkan edukasi sehingga semua bisa seimbang," ujar Koldo, salah seorang siswa kelas 12 HSPG.

Gio, siswa pemenang medali emas Olimpiade Nasional bahasa Inggris yang juga seorang musisi menambahkan bahwa kini waktunya bisa disesuaikan.

"Ada saatnya saya harus pentas jam tiga sore, saya bisa merubah jadwal belajar menjadi jam dua belas siang, sehingga saya tetap bisa pentas dan tidak ketinggalan pelajaran," jelas dia.

Saat ditanya tentang dukungan pemerintah, Wulan mengaku HSPG Bali mendapatkan bantuan berupa dampingan dari Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar) dalam penyusunan Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) yang juga terdaftar dalam Platform Merdeka Mengajar (PMM).

"Platform Merdeka Mengajar membantu kami dalam berbagi ilmu dan kami juga telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka jalur Mandiri Berbagi sejak dua tahun lalu. Kami juga menjadi pilot project untuk KOSP yang didukung oleh Kementerian melalui Puskurjar," tutur Wulan.

Terdapat tiga muatan lokal yang dijadikan HSPG sebagai pilot project, yaitu mengajarkan peserta didik membuat lawar khas Bali yang sarat filosofi, mengangkat isu sampah melalui Eco Enzym, dan budaya hidroponik sebagai jawaban dari kurangnya lahan untuk bercocok tanam.

Selain itu, sesuai dengan tujuan Kemdikbudristek mengenai perluasan akses pendidikan bermutu bagi peserta didik yang berkeadilan dan inklusif, HSPG juga mendukung penerapkan inklusivitas dalam program belajar mereka.

"Kita menerima siswa berkebutuhan khusus dan menerapkan kurikulum khusus yaitu Kurikulum Bina Diri yang berfokus pada kemampuan anak untuk tahu dan mengerti mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Selanjutnya kami akan melakukan penilaian kemampuan sebelum akhirnya kami arahkan peserta didik berkebutuhan khusus ini ke kelas akademik," tutup Wulan.

KEYWORD :

HSPG Pendidikan Informal PKBM Kemdikbudristek




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :