Kuliah umum tentang Literasi Media Berbasis Politik, Strategi Komunikasi Politik: Menangkal Disinformasi dan Ujaran Kebencian dalam Pemilu 2024 di Kampus Paramadina Jakarta, Sabtu (25/11/2023). Foto: jurnas
JAKARTA, Jurnas.com – Rektor Universitas Paramadina Jakarta Prof. Didik J. Rachbini berharap agar Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak hanya sekadar memberikan imbauan agar tidak membuat dan menyebarkan berita bohong atau disinformasi alias hoaks.
“Diharapkan KPU, Bawaslu, dan KPI sebaiknya juga memberi infomasi kepada masyarakat tentang bagaimana cara menangkal disinformasi,” kata Prof. Didik saat membuka kuliah umum tentang “Literasi Media Berbasis Politik - Strategi Komunikasi Politik: Menangkal Disinformasi dan Ujaran Kebencian dalam Pemilu 2024” di Kampus Paramadina Jakarta, Sabtu (25/11/2023).
Prof. Didik mengatakan, seperti praktik korupsi, tidak cukup hanya dikendalikan oleh KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian, karena terbukti korupsi saat ini malah semakin marak. “Dikontrol pun agaknya sudah sangat sulit,” ujarnya.
Menurutnya, ada satu hal penting yang harus dilakukan, yakni bagaimana KPU dan Bawaslu juga menggunakan instrument teknologi. Manfaatkan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligent (AI) dan big data untuk memantau disinformasi.
“Sebagai contoh, dari transaksi belanja online atau transaksi kartu kredit. Siapa yang bisa mengkorupsi kartu kredit, kecuali satu atau beberapa orang yang sangat canggih dan bisa memanipulasi teknologi. Tetapi dengan hadirnya teknologi, maka penyimpangan bisa dipersempit,” kata Prof. Didik.
Komisioner KPU RI Yulianto Sudrajat, salah satu pembicara, menyampaikan bahwa peran generasi Z dan milenial pada Pemilu 2024 amat menentukan postur kepemimpinan nasional. Pemilih diharapkan tidak memilih dengan emosional tapi dengan rasional.
“Peran besar media dalam mempengaruhi opini dan perilaku politik masyarakat diakui dalam survei pada Oktober 2013, di mana 74% responden menyebut media memberi pengaruh terhadap preferensi pemilih, 8% menyatakan tidak berpengaruh, dan 18% tidak tahu/tidak menjawab,” katanya.
Kepala Biro Hukum dan Humas Bawaslu RI Agung B.G.B. Indra Atmaja mengatakan, hubungan Pemilu dan Media Sosial mempunyai pengaruh positif dan negatif. Positif, apabila media sosial dapat meningkatkan keterlibatan, kesadaran, dan partisipasi pemilih, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemilu.
“Pengaruh negatif, apabila media sosial malah menyebarkan ujaran kebencian, misinformasi dan disinformasi yang dapat merusak kredibilitas, keadilan, dan legitimasi pemilu,” katanya.
Agung menjelaskan, ada sdekitar 150 juta penduduk merupakan pengguna aktif medsos, sebagian besar merupakan pemilih (18-34 tahun). Sekitar 130 juta penduduk Indonesia yang terhubungan dengan internet, menghabiskan rata-rata hampir sembilan jam sehari untuk online/
“Faktanya, medsos menjadi ruang disinformasi dan konspirasi pemilu yang dapat merusak kredibilitas, keadilan, dan legitimasi pemilu,” ujar Agung.
Risiko Medsos terhadap integritas pemilu berupa misinformasi, disinformasi, propaganda, radikalisasi, dan ujaran kebencian.
“Hoaks politik yang ada mencapai 549 buah dari total 1.698 hoaks atau 32,3%,” ujarnya.
Menurut Agung, faktor kontributor misinformasi, hoaks, dan hatespeech adalah akibat kurangnya kerangka hukum dan pedoman etika, rendahnya literasi digital dan kemampuan berpikir kritis, aktor jahat yang mempengaruhi opini dan perilaku publik, serta fitur dan algoritma platform medsos.
Sedangkan Tulus Santoso dari KPI Pusat menyampaikan, spirit penyiaran yang baik harus memberikan rasa nyaman kepada audience/penonton, Layak ditonton, berkeadilan, bermanfaat sebagai tontonan, dan menarik.
“Untuk pemilu dan peran KPI diterangkan dalam UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum Paragraf 4 tentang Iklan Kampanye, dan Pasal 296 yang berbunyi “KPI atau Dewan Pers melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran atau media massa cetak,” ujarnya.
KEYWORD :Paramadina Disininformasi Hoaks Pemilu