Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Manuver Presiden Jokowi dengan menggunakan kekuasaan dan menggelontorkan bantuan sosial (Bansos) secara masif dinilai sebagai bentuk kepanikan jelang pemilihan presiden (Pilpres 2024).
Dewan Pertimbangan Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas Amin), Syaiful Huda mengatakan, Presiden Jokowi menggunakan berbagai macam cara untuk mendongkrak elektabilias putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka yang berpasangan dengan Prabowo Subianto dalam kontestasi Pilpres 2024.
Menurutnya, Presiden Jokowi tampak terlihat khawatir pasangan capres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran berpotensi kalah jika Pilpres berjalan dua putaran. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi secara barbar menggunakan kekuasaan untuk memenangkan sang putra sulung dalam satu putaran di Pilpres 2024.
"Saya kira ini bagian dari kepanikan, artinya dua hal yang bisa dilihat pertama kepanikan, kedua mereka tidak berani bertarung kalau terjadi dua putaran," kata Syaiful Huda, Jakarta, Rabu (31/1).
"Mereka memastikan kalau dua putaran adalah potensi kalahnya tinggi, sehingga mereka memaksa untuk satu putaran dengan berbagai macam cara," tegas Ketua Komisi X DPR itu.
Gerindra Tegaskan Tak Punya Masalah dengan PKS
Syaiful Huda mengatakan, ketiga pasangan Pilpres 2024 punya hak yang sama untuk target satu putaran. Namun, kata Syaiful Huda, yang tidak boleh dalam kontestasi Pilpres 2024 adalah menyalahgunakan kekuasaan, memakai Bansos dari APBN dengan menempeli stiker calon tertentu, dan memobilisasi dugaan terhadap aparatur negara.
"Kalau ada narasi satu putaran dan diwarnai dengan model semacam itu, saya kira publik membaca akan ada potensi kecurangan cukup tinggi pada 14 Februari," tegasnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia menyampaikan, Jokowi belakangan melakukan kampanye terselubung. Dimana, Jokowi melakukan kunjungan kerja ke beberapa daerah dalam rangka mensosialisasikan dukungan kepada pasangan Prabowo-Gibran.
Menurutnya, Prabowo-Gibran sulit menang dalam satu putaran. Hal itu berdasarkan hasil survei IPO, elektabilitas Prabowo-Gibran stagnan di angka 44 persen.
"Jokowi mungkin menyadari Prabowo-Gibran berpeluang kalah di putaran kedua. Itulah sebabnya Jokowi mulai turun tangan sosialisasi dan konsolidasi untungkan Prabowo," kata Dedi.
Oleh sebab itu, kata Dedi, Jokowi secara terbuka turun gunung dengan mendistribusikan berbagai program pemerintah, seperti bantuan sosial dan sertifikat tanah. Sebab, hal itu dinilai cara jitu mempengaruhi masyarakat.
"Jokowi menabrak norma susila politik. Sedangkan dari aspek hukum, Jokowi bisa melanggar karena terselubung ikut kampanyekan keluarga," katanya.
Diketahui, dari berbagai hasil lembaga survei menunjukkan elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran stagnan. Sehingga, Pilpres 2024 kemungkinan besar berjalan dengan dua putaran.
Berikut elektabilitas tiga pasangan capres-cawapres yang berlaga di Pilpres 2024 dari hasil beberapa lemabaga survei:
Hasil survei Charta Politika:
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 42,2%
Ganjar Pranowo-Mahfud Md 28%
Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 26,7%
Tidak jawab/tidak tahu 3,1%
Hasil survei Poltracking Indonesia:
Prabowo-Gibran 46,7%
Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 26,9%
Ganjar Pranowo-Mahfud MD 20,6%.
Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA:
Prabowo-Gibran 46,6%
Ganjar-Mahfud 24,8%
Anies-Muhaimin 22,8%
Suara tidak sah 0,5%
Tidak tahu/tidak jawab 5,3%
Hasil survei Indikator Politik Indonesia:
Prabowo-Gibran 45%
Anies-Cak Imin 25%
Ganjar-Mahfud 22%
Tidak Tahu: 6,94%
Presiden Jokowi Curang Presiden Jokowi Panik Curang Demi Satu Putaran Pilpres 2024