Rabu, 27/11/2024 02:58 WIB

Jokowi Diminta Hentikan Cawe-cawe pada Pemilu 2024

Pemerhati Sosial Politik, Surya Fermana menilai ancaman perpecahan di tengah-tengah masyarakat pada Pemilu 2024 sangat terbuka. 

Diskusi daring bertajuk Seruan Moral Bergema: Dejavu 98 Apakah Terulang? yang digelar Forum Intelektual Muda, Senin (5/2/2024) malam.

Jakarta, Jurnas.com - Proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang diduga merekayasa hukum sehingga berdampak pada pemecatan Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan pemberian sanksi kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari adalah bukti kuat bahwa Pemilu 2024 dikendalikan oleh penguasa, atau dalam hal ini Presiden Joko Widodo.

Pemerhati Sosial Politik, Surya Fermana menilai ancaman perpecahan di tengah-tengah masyarakat pada Pemilu 2024 sangat terbuka. Menurutnya, dalam hati rakyat Indonesia sesungguhnya gelisah bahkan gusar melihat apa yang telah dilakukan Jokowi dalam upayanya membangun dinasti politik.

Surya menyebut, rakyat meyakini pasti bahwa proses Pemilu 2024 ini merupakan akal-akalan dari rezim Jokowi. Dia mengingatkan, jika akal-akalan tersebut tetap dibiarkan, maka akan menjadi energi untuk memantik perlawanan dari rakyat.

Di mana, semakin diteruskan, semakin membentang pula kemarahan masyarakat selaku penjaga demokrasi.

“Kalau hati nurani rakyat melihat, pasti merasa ini akal-akalan. Dan ini akan terus menjadi energi untuk memantik perlawanan. Makin diterusin makin membentang kemarahan,” kata Surya Fermana dalam Diskusi Daring bertajuk Seruan Moral Bergema: Dejavu 98 Apakah Terulang? yang digelar Forum Intelektual Muda, Senin 5 Februari 2024 malam.

Dia menyebut, satu-satunya cara untuk potensi perpecahan di tengah-tengah masyarakat tidak terjadi yaitu Presiden Jokowi menghentikan segala bentuk intervensi atau cawek-cawek pada Pemilu 2024.

“Untuk menghentikan semua akibat-akibat yang tidak mau ditanggung semua. Jokowi harus menghentikan dari segala bentuk cawe-cawe atau Paslon 02 yang harus mundur dari kontestasi ini," tuturnya.

Menurut Surya, apabila Prabowo-Gibran meneruskan pencalonannya kemudian menang pada Pilpres 2024, maka mereka hanya akan menjadi beban untuk bangsa Indonesia.

Tak hanya itu, lanjit dia, Giban ketika menjadi wakil presiden ke depan, tidak memiliki legitimasi bahkan cacat etika.

“Legitimasinya tidak ada. Akan menjadi beban buat bangsa kita. Jangan hanya bilang kalau gak suka kepada kami jangan memilih, tidak hanya itu,” ucapnya.

Surya menilai apa yang dilakukan Jokowi lebih parah dibandingkan dengan Soeharto. Menurutnya, Soeharto mulai menunjukan dinasti politiknya di akhir-akhir jabatan, sementara Jokowi sejak awal-awal berkuasa.


Dalam kesempatan yang sama, Co-Founder Forum Intelektual Muda Muhammad Sutisna mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia diambang kehancuran, akibat segelintir orang. Mereka berupaya menekan kekuatan rakyat agar tidak mengambil peranan di Pemilu 2024.

“Padahal kita tahu bahwa demokrasi itu ya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rasanya itu jauh dari semangat penguasa saat ini,” ujarnya.

Melalui diskusi bersama kelompok pemuda dan mahasiswa, Sutisna ingin mendorong agar ikhtiar menjaga demokrasi terus dilakukan.

Bagi Sutisna, akal sehat dan idealisme harus terus dipertahankan agar kemajuan Indonesia tidak terhambat oleh praktik KKN, yang mulai terlihat di negeri ini.

“Kita akan terus berdiskusi  mengkritisi yang salah dari perjalanan demorkasi kita,” pungkasnya.

Diketahui, Diskusi Daring bertajuk Seruan Moral Bergema: Dejavu 98 Apakah Terulang? yang digelar Forum Intelektual Muda menghadirkan Pemerhati Sosial Politik Surya Fermana, Akademisi UIN Sunan Kalijaga El Guyanie dan Aktivis 98 Prijo Warsono sebagai narasumber. Hadir pula puluhan pemuda dan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia sebagai peserta dalam diskusi tersebut.

KEYWORD :

Seruan Moral Bergema Pemilu 2024 Presiden Jokowi Dinasti Politik




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :