Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Muh. Abdul Khak (Foto: Muti/Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbudristek, Muh. Abdul Khak, memastikan sistem pengujian di Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Adaptif Merdeka lebih efisien dibandingkan UKBI versi sebelumnya.
UKBI pertama kali diluncurkan pada 2003 silam di era Bambang Sudibyo sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak itu, sistem pengujian UKBI terus ditingkatkan dari awalnya berbasiskan kertas dan pensil, komputer, lalu meningkat dengan sistem internet.
"Yang betul-betul maksimal yang adaptif ini. Sistem pengujiannya efektif, karena dapat dilakukan di manapun dan kapanpun," kata Abdul Khak dalam kegiatan `Diseminasi Nasional Kemahiran Berbahasa Indonesia` di Jakarta pada Kamis (29/2).
Dengan fleksibilitas tersebut, lanjut Abdul Khak, peserta dapat menyesuaikan jadwal sesi ujian, dengan durasi ujian mulai pukul 08.00-21.00, serta memilih tahapan ujian.
Selain itu, sistem pengujian UKBI memungkinkan peserta dengan kemampuan baik untuk mendapatkan soal-soal yang lebih menantang, serta sekaligus menyisihkan peserta lain pada waktu yang sama.
"Kalau di awal kok nilai tidak bagus dan terus tidak bagus, alat uji ini akan memprediksi bahwa kemampuannya hanya segini, soal tidak dilanjutkan," ujar dia.
"Kemungkinan kalau 100 orang uji bareng, mungkin ada 10 orang berguguran di awal. Di akhir uji tinggal yang punya kemahiran tinggi," sambung dia.
Tahun ini, Abdul Khak menargetkan pengguna UKBI Adaptif Merdeka mencapai 86 ribu secara nasional. Namun, dia optimistis jumlahnya akan melampaui target sebagaimana capaian 2023 lalu.
"Targetnya kenapa tidak patok tinggi, karena sistem penilaian kinerja pemerintah kalau terlalu melonjak jauh itu dianggap anomali," tutup dia.
KEYWORD :UKBI Adaptif Merdeka Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia Kemdikbudristek