Kepala BKKBN RI Dr Hasto Wardoyo Sp OG(K) di acara Media Gathering BKKBN `Strategi Indonesia Turunkan Stunting` di Yogyakarta, 7-9 Maret 2024. (FOTO: TIM HUMAS BKKBN)
YOGYAKARTA - Pemerintah Indonesia menargetkan angka stunting turun sebesar 14 persen hingga akhir 2024. Faktanya, angka stunting turun tapi lambat.
Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai negara penyumbang stunting terbesar setelah India, Nigeria, dan Pakistan menurut data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2022.
Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Indonesia untuk percepatan penurunan angka stunting.
Namun untuk melakukan program itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Hal itu diakui Kepala BKKBN RI Dr Hasto Wardoyo Sp OG(K) di acara Media Gathering BKKBN "Strategi Indonesia Turunkan Stunting" di Yogyakarta, 7-9 Maret 2024.
"Kami punya pekerjaan tidak mudah. Fenomena stunting ini membuat galau karena pada 2007 hingga 2013, angka stunting di Indonesia tidak turun, malah naik," ujar Dr Hasto Wardoyo.
Dilihat dari data survei BKKBN untuk Tren Penurunan Stunting dan Target berdasarkan Perpres 42 Tahun 2013 (Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi) dan Perpres 72 Tahun 2021 (Percepatan Penurunan Stunting), angka stunting di Indonesia berada di angka 36,8 juta turun jadi 35,6 juta (2010). Namun pada 2013 naik menjadi 37,2 juta.
Kendati demikian, Hasto Wardoyo merasa optimistis di tahun berikutnya pada 2016-2023 mulai ada penurunan.
Dr Hasto Wardoyo merinci, pada 2016 angka stunting di Indonesia turun di angka 34 juta. Kemudian 30,8 juta (2018), 27,7 juta (2019).
"Di kurun waktu 2018 ke 2019 ada penurunan sebesar 3,3 persen," tuturnya.
Dr Hasto Wardoyo melanjutkan, kemudian pada 2021 turun lagi menjadi 24,4 juta dan 21,6 juta di 2022.
"Penurunan sebesar 2,8 persen. Turun tapi melambat," ungkapnya.
Berdasarkan target RPJMN 2020-2024, seharusnya angka stunting di tahun 2021 (21,1 juta); 2022 (18,4 juta), dan 2023 (17,8 juta).
Dr Hasto Wardoyo memaparkan, dari tahun 2013-2019, selama enam tahun rata-rata turun 1,3 persen per tahun. Kemudian Tahun 2021-2022 sebesar 2,8 persen per tahun.
"Untuk menuju 14 persen pada akhir 2024, dibutuhkan penurunan 3,8 persen per tahun," pungkas Dr Hasto Wardoyo.
Stunting adalah perawakan pendek pada balita akibat kekurangan gizi kronik.
Stunting ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar. Secara medis, stunting terjadi ketika tinggi badan anak berada di bawah kurva pertumbuhan yang seharusnya.
Sederet faktor yang bisa meningkatkan risiko stunting di antaranya tidak terpenuhinya asupan gizi dalam jangka panjang. (*)
KEYWORD :
Dr Hasto Wardoyo BKKBN stunting